CERBUNG PELANGI DALAM SAKURA *9th Chapter*

...PELANGI DALAM SAKURA...
*9th Chapter*

"Mau diapain nih, mereka?" Tanya seorang senior yang punya kuasa paling lebih.
Shania menghampiri Sinka dan teman-temannya yang sedang dipegangi senior guard yang sudah berpaling "Masih ingat? halterakhir yang kalian lakuin sama aku.. eh salah! Sama GUE!?" Logat bicaranya berubah. Sinka membalas tatapan Shania yang begitu tajam dan dingin padanya, "Mungkin... gue harus berterima kasih sama lu semua! Lu tahu kenapa?"; Ochi hanya diam memperhatikan,... "kalau bukan karena lu semua yang selalu nyakitin gue! Gue gak bakal jadi kaya gini! Rasa sakit dan malu yang sering kalian kasih sama gue dalam waktu bersamaan, akhirnya bikin gue sadar, Kalau cuma diam dan menggerutu atas apa yang gue terima... tidak akan pernah menghasilkan apapun, kecuali rasa sakit yang semakin menjadi. Dan gue juga jadi tahu, kesakitan itu... bisa ngasih gue kekuatan, buat ngelakuin hal yang gue pikir gak akan pernah bisa gue lakuin!!!"
Octy, Noella dan Vanka hanya bisa diam dalam ketakutan, melihat perubahan sikap Shania yang biasanya mereka permainkan.
"Gimana... kalau sekarang, kalian ngerasain, apa yang dulu gue rasa? Mau..?!" Seringai Shania.

Saat kakinya akan dia langkahkan untuk memberikan bisikan pada senior guardnya, langkahnya terhenti karena sekelebat pikiran yang lebih ekstrim muncul di layar pikirannya.
"Emm... gue mau ngasih penawaran sama lu (natap Octy), lu (giliran Vanka), dan lu (terakhir Noella)"
"Mau apa lu sama mereka?" Sabet Sinka dalam cengkraman,
"kalau kalian mau lepas dari apa yang akan gue lakuin! Berpalinglah dari dia, diam disisi gue, dan ikutin apa yang gue perintahkan! Gimana?" Vanka, Octy serta Noella saling memberikan tatapan.

Cukup lama ketiga orang itu berpikir

"HAah!.. Kalian terlalu lama berpikirnya!!jangan bilang gue gak pernah nawarin kebaikan ya sama kalian" ucapnya memakai tekanan menyudutkan. Shania kemudian mengalihkan pandangan pada guard nya dan bicara pada mereka.
"Gue mau... kalian bawain gue air bekas pel lan, emm-- atau. . . Apa gitu yang lebih mainstream? Yang biasa kalian pakai buat ngerjain gue sama anak lainnya atas perintah Sinka dulu!... Gue, pengen ada adegan yang agak di dramatisir dikit, biar anak-anak satu sekolah bisa lihat dan tahu, siapa Sinka Juliani... dan siapa Shania Jogjanatha!!" Sinka dan lainnya membelalakan mata ketika mendengar Shania selesai berucap,
"eh ya Chi, lu mau kan? bantuin gue?!" lanjutnya menoleh kebelakang,
Ochi menyeringai senang "anything!" Singkatnya untuk menjawab,
"Kalo gitu. . . Lu broadcast sin, video yang nanti bakal kita ambil pas 4 orang paling Wah di sekolah kita ini dapat Surprise, dari seorang gadis KAMPUNG, kaya gue. Dan lu pastiin, nantinya satu sudut sekolah, tahu apa yang sedang terjadi sama ratu kita ini!!"
"Wahh sounds fun,, Ok! I'll be ready for that!!" Kembali Ochi bicara, dengan tangan kanan mengambil smartphone nya yang akan dia jadikan alat perekam.

2 dari 8 orang yang sudah Shania ambil alih dari Sinka, bergegas keluar untuk membawakan Shania properti, demi terciptanya "adegan dramatis" yang akan dia "sutradarai". Sementara menunggu properti nya datang, Shania diam dalam tatapan tajamnya yang dia tusukan pada Sinka.

"Awas ya Lu! Gue bakal balas apa yang akan lu lakuin sama gue!" Dalam keadaan seperti itu pun Sinka masih berani mengancam "Gue bersumpah! Apapun yang bakal lu lakuin sekarang, lu bakal ngerasin lebih nantinya!!" Gertaknya.
"Sin...ka, heuh! Gue tunggu ucapan lu!! Oh, gue mau kasih tahu lu sesuatu.. sebaiknya, lu ubah mindset lu tentang murid-murid yang sering lu tindas!" Sinka mengerung "mereka gak bisa ngasih perlawanan, mereka akan diam terus nerima perlakuan lu, mereka sangat amat takut sama lu, dannn.. hal lain tentang pikiran pendek lu menerjemahkan mereka. . . Karena Lu tahu? Seekor domba bisa berubah jadi srigala, jika dia terus ada dalam ancaman dan tekanan!! Lu harus bisa lebih pintar menggunakan kemampuan aneh lu, dalam memperlakukan murid-murid disini!!"

Tak lama, senior nya pun datang dengan beberapa properti yang sudah biasa mereka pergunakan untuk mengerjai murid lain ketika masih dalam genggaman Sinka.

"yoshh! The Show, will be ready!!" Semangat Shania.
"Hah! asalnya dari kampung, gak heran kelakuannya kampungan!!" Ledek Sinka, mengulur waktu,
"Maksud lu?”
"cara lu itu… dari awal sampai sekarang mau ngerjain gue! Kampung banget!! Apalagi lu nyuruh temen lu buat broadcast in, tambah Kampung tahu!!"
"Gue heran ya sama lu! Bebel banget jadi orang, udah liat nasib lu bentar lagi bakal apes, bukannya minta di udahin malah terus nyolot!! Kalau.. cara gue lu bilang kam..pungan, Gimana dengan cara lu selama ini? Huh!?" Balas Shania.
"udahlah Shan, gak usah terlalu ditanggepin! Si Sinka tuh Cuma ngulur waktu aja, biar lu jadi lama ngasih balasan ke dia!!" Sahut Ochi.
"hemp! Lu bener Chi, Okey.. The show… Start!"

Hari ini, Shania memulai perubahan dalam sikapnya karena himpitan kesepian dan penghianatan dari sahabatnya yang dia spekulasi sendiri. Tidak perlu dia berpikir dampak dari apa yang akan dia lakukan pada Sinka dan teman-temannya, Shania terus menerobos dinding yang dulu tidak bisa dia terobos, karena saran dari sang sahabat untuk tidak menghiraukan kerjaan Sinka yang kerap kali mengerjainya.

"ini dia, kita mulaiii..." Shania mengambil ancang-ancang untuk memberikan perintah pada senior-seniornya, tapi baru di hitungan kedua..,
"Tunggu!" Vanka menghentikan hitungan Shania, "Gue mau... ambil tawaran lu tadi!" Ucapnya
"Tawaran? Tawaran yang mana?" Shania berpura-pura tidak mengerti
"Gue... (melihat dulu ke Sinka) gue mau ada di sisi lu dan nurutin perintah lu! Kalau itu bisa bikin gue bebas!!" Ujar Vanka
Shania dan Ochi tersenyum menang; Sinka, Noella dan Octy terbelalak Kaget.
"Vanka! Lu apa-apaan? Lu sadar kan apa yang lu lakuin? Lu mau jadi penghianat!?" Marah Sinka dalam ucapannya.
"Sorry, Sin! Sepertinya.. lu bakal jadi Nothing, dan lu tahu... gue lebih pilih sisi yang bisa bikin gue aman! Ketimban sama lu, yang udah terlihat jelas gak bisa ngapa-ngapain di depan Shania!!"
"Apa? Lu..,-"
"Terima aja Sin, lu sekarang gak punya kuasa apapun. Lu bahkan gak bisa ngasih penawaran lebih sama mereka (nunjuk senior) saat Shania ngambil alih mereka dari lu!!" Vanka begitu mantap dengan ucapannya; Sinka begitu geram.

"Gue juga!" Giliran Noella yang bicara, setelah Vanka diam dan hanya mendapat tatapan marah dari Sinka, "benar apa kata Vanka! Hari ini.. lu bisa diperlakukan begini sama Shania, tanpa lu bisa melawan, dan hanya mengancam dengan umpatan kosong!! Gimana kedepannya?!. . . Gue, bisa lihat sekarang... siapa yang sebenarnya punya kuasa, dan siapa yang gak berkuasa.” Sinka semakin menjadi kegeramannya, melihat dan mendengar apa yang dikatakan teman-temannya. “bayaran lu sama mereka gak seberapa, dan itupun lu minta bantuan sama kita buat bayarnya, tapi Shania? Dia membayar mereka 4 kali lebih besar, bahkan tanpa meminta bantuan dari Ochi yang ada di sebelahnya! Gue mau ikut sama Shania!!" Tegas Noella melanjutkan ucapannya, yang diikuti anggukan dari Vanka.
"Oke! Gue udah denger permintaan kalian!! Lepasin mereka berdua!!" Shania menyuruh guardnya,

"Tunggu!, Gue juga… Gue mau ikut sama Shania aja!! Lu udah gak ada apa-apanya dan gak bisa ngapa-ngapain, lu lemah sekarang Sin, bahkan lebih lemah dari gue yang dulu sering lu jadiin pesuruh!!!" Octy yang Sinka kira tidak akan berpaling, ternyata melakukan hal yang sama dengan 2lainya.

"Haah-- Liat sendiri kan? Bukan gue yang memaksa! Mereka nyerah gitu aja, dan mau ikut sama gue!!. . . Is that what you call FRIEND!? Sink..a?!" sinis Shania merasa menang di depan Sinka.

Shania menyuruh teman-teman Sinka untuk mulai mengerjainya, dengan menyiramkan air bekas pel yang sudah dicampur dengan telur busuk yang sebelumnya dibawa oleh seniornya; sementara itu Senior lainnya, Shania suruh untuk menjadi penonton. Dan … Film pendek yang di sutradarai Shania pun dimulai!.

Dengan bahakan tawa dari setiap bibir yang begitu nyaring menggema di ruang kosong itu, Ochi mengabadikan moment langka tersebut dengan menggunakan smartphone mode video yang nantinya akan dia sebar, tanpa memperlihatkan sosoknya ataupun Shania. Yang ada hanya Sinka si korban, Noella, Vanka, dan Octy yang jadi bullyer, serta tambahan penonton 8orang yang tak lain adalah senior guard nya.

'Aku bukan Shania yang dulu! Ini aku, aku yang baru, yang tidak akan lagi menoleh kebelakang, tidak akan lagi lemah dan mengalah pada siapapun, tidak akan lagi mempercayai siapapun!! Sahabat itu... hanya bualan orang lemah, mereka... lebih baik dari kamu yang cuma sendiri, yang selalu membuai aku dengan ucapan manis, tapi dibelakang mematikan perlahan!!' Ucap hati Shania sambil menerawang sosok Beby, yang sudah dia anggap penghianat.


Banyak kenangan tersimpan yang menguap kepermukaan, ketika kita diam sendiri dalam sebuah ruang. Dua sahabat yang kini sudah tidak lagi saling menjalin komunikasi, padahal... mereka sudah tinggal di satu kota yang sama, Jakarta. Ya.. Beby sudah berada di Jakarta, mengikuti apa yang disarankan oleh dokter yang menanganinya kala ia masih berobat di Jogja. Menempati kembali rumah yang dulu pernah ditinggalkan, waktu Papa masih ada dan berjuang melawan takdirnya dalam pusaran sakit ganas yang diderita. Berat memang rasanya kembali ketempat itu untuk Mama, ketempat dimana sejuta kenangan indah yang berakhir dengan tangisan pilu, yang mungkin.. akan kembali berakhir dengan sebuah tangisan dengan sebab yang sama namun beda orang. Tapi Mama tidak punya pilihan lain, biaya berobat Beby yang tidak sedikit, tidak memungkinkan Mama untuk menempati hunian lain setelah ia mendapat bekal dari menyewakan rumah yang di Jogja. Untuk Mama kini, yang penting Beby bisa sembuh dari sakitnya meski hanya dengan kemungkinan 80 banding 20 untuk kesembuhannya, tapi Mama tetap mau berusaha dan tidak mau menyerah begitu saja.

Beby menyusuri setiap sudut rumah masa kecilnya, memang tidak banyak yang bisa dia ingat dari tatanan rumah bahagianya ini, selain candanya dengan sang Papa, kebahagiaan nya kala masih bisa memegang erat tangan Mama dan juga Papa yang masih dan selalu melekat erat dalam dinding memory nya.
Dulu... dia belum begitu mengerti tentang apa yang terjadi pada Papa nya, hingga beliau meninggalkan dirinya beserta Mama untuk selamanya. Namun kini, Beby mengerti apa yang dulu terjadi, bahkan kini dia merasakan bagaimana hebatnya perjuangan Papa demi untuk menaklukan rasa sakit di dalam kepalanya yang seperti bom waktu itu.

"Pertanyaan.. memang tidak selalu langsung bisa mendapat jawaban saat itu juga! Seperti sekarang, Beby, tahu bagaimana perjuangan Papa dulu menyembunyikan ini dari Beby yang belum memahami apapun." Beby menerawang sambil memikirkan dirinya yang dulu masih sangat kecil dan bertanya pada Mama
'Papa kenapa Mah?'
"Dan nanti... Beby juga pasti akan tahu, kemana Papa pergi ninggalin Beby kala itu?"
'Papa kemana Mah? Kok Papa gak pulang-pulang sih!?'
Senyum getir mengulas di bibir tipisnya, mengingat pertanyaan polosnya dulu.
"Meskipun pertanyaan itu sudah dapat jawaban, dan sekarang Beby merasakannya. tapi Beby gak akan nyerah gitu aja Pah :'-), Beby ingin berjuang untuk orang-orang yang menyayangi Beby, seperti Papa dulu!. Papa… jangan jemput dulu Beby ya? Jemputlah Beby... saat orang-orang tersayang Beby kuat untuk melepas Beby!!" ucap pelan Beby sambil melihat potret keluarganya.
Senyum bahagia terpancar dari Papa yang sedang bermain dengan Beby yang belum genap berusia 1th, dan Mama yang menatap Papa yang dalam tangannya menggendong buah cinta mereka. Begitu bahagianya keluarga kecil itu dalam potret usang belasan tahun lalu, yang tidak akan pernah bisa terlupakan begitu saja.

"Sayang!" suara Mama membuyarkan lamunan Beby "kamu kenapa?" tanya Mama khawatir,
"Hah? mm-- nngak Mah, Beby gak kenapa-kenapa!" Senyumnya dalam balasan.
Mama melihat bingkai photo keluarga, lalu memeluk putri kesayangannya itu dari samping "Mama… gak akan biarin kamu kenapa-kenapa! Terus ninggalin Mama gitu aja!!" Ucap Mama sambil mencium kepala Beby.
Beby terenyuh hangat mendengar alunan suara Mama, ia mengusap lembut tangan Mama yang memeluknya, "Beby gak akan nyerah Mah, Beby akan ikut berjuang sama Mama! Kalaupun Beby nanti akhirnya harus pergi, Beby akan pergi dengan Mama yang kuat disini, bukan dengan Mama yang lemah untuk melepas Beby!!" Pelukan Mama semakin erat.

Beby sangat merasa kasihan pada Mama yang sangat dia sayangi ini, bagaimana mungkin, Tuhan bisa begitu fasih menuliskan takdir kehidupan Mama yang penuh tragedi terhadap orang-orang yang dia sayangi. Beby selalu melontarkan tanya dalam Doa nya pada Tuhan.. 'apa ini kehidupan? Kenapa harus ada hitam, kalau putih saja sudah menyenangkan? Kenapa harus ada malam untuk terpejam, kalau siang bisa kita habiskan untuk bercengkrama dengan orang terkasih? Kenapa harus ada kesedihan menguras air mata membuat hati luka, kalau gelak tawa bahagia bisa membuat hati ria? Dan, kenapa? Harus ada kematian diiringi tangis, kalau dulu ada kehidupan dalam kelahiran yang memancing senyum bahagia?! Inikah keseimbangan hidup yang Engkau aungkan dalam kitab-Mu?’

Rentetan pertanyaan yang tidak sepatutnya dipertanyakan, namun karena lelahnya hati dalam himpitan rasa sakit, sering kali membuat nalar menjalar kesana-kemari melahirkan pemikiran, yang padahal sudah diketahui apa jawabannya.


---
Langit sore dengan senja jingga bercampur ungu berarak menghampar diatas langit Jakarta, sungguh indah terlihat. Shania merentangkan tangannya diatas gedung pencakar langit yang belum selesai pembangunannya, menghirup hembusan angin sore ditemani teman-teman barunya.
"Ngapain lu? Rentangin tangan kayak gitu?" tanya Ochi, yang lain ikut melihat tapi kemudian kembali ke mainan masing-masing (gadget, kamera).
"Rasain angin sore Chi! Heeeemmmhhaaah... udah lama gak kaya gini!! Rasanya enak banget!!!"
"Kayak gitu apa enaknya?!" Gaby melempar pernyataan dalam tanya, tanpa mengalihkan pandangannya dari Ipad. Dia itu salah satu teman baru Shania dan Ochi saat mereka masuk di kelas XI IPS 4, kelas baru mereka setelah pernyataan kenaikan kelas diumumkan.
"Yang enak itu... ngerjain anak-anak di sekolah, trus broadcast-in ke youtube deh! Kalau perlu tu yah bikin Live Show, biar lebih greget!!" Lanjutnya menyarankan.

"Nahhh.. itu gue setuju! Tapi, siapa sasarannya? Disekolah udah gak ada lagi rival setara sama kita, anak-anak kelas X nya.. gak rame buat dikerjain!!" Sahut Ochi, yang lain mulai ikut dalam obrolan.
"Kelas XII nya juga! Gak ada yang asik buat di kerjain!! Si Sinka sih.. pake pindah sekolah segala, gak ada yang bisa kita kerjain abis lagi kan!?" sahut Octy.
"Itu karena lu terlalu mainstream Shan, ngerjain tuh anak! Jadi aja dia ngacir kabur gak tahu kemana, gak ninggalin jejak lagi!! Hahahaa" Kata Vanka diakhiri gelak tawa. Yang lain ikut menyahut, tak terkecuali Shania si pemegang kekuasaan dalam kelompok pertemanannya kini.

Yaa.. itulah gambaran Shania sekarang, dari percakapannya bersama Ochi, Gaby dengan ditemani Vanka, Noella dan Octy juga. Mereka selalu tertawa riang dalam alur percakapan yang dibangun, apalagi percakapan setelah mereka mengerjai teman-teman satu sekolahnya, dan membuat broadcast di youtube hingga satu sekolah lainnya melihat adegan yang tidak seharusnya dilakukan oleh mereka semua (bully). Dari awalan yang niatnya hanya untuk mengerjai balik Sinka yang menyebalkan, hingga akhirnya berubah jadi kebiasaan, dan membuat Shania terbiasa dengan begitu luwes mengerjai Sinka bahkan teman-teman lainnya yang ada di sekolah. Entah kehidupan seperti apa yang sekarang sedang di jalani Shania yang dulu begitu sopan dan selalu bisa menghargai orang lain, bahkan.. dia tidak pernah suka melihat murid menindas murid lainnya.

Shania begitu sangat berubah drastis dari siapa dia yang dulu, bukan hanya tingkah lakunya ketika di sekolah saja yang berubah, tapi saat dirumah juga, dia kini sudah jauh dari kesan Shania yang baik, supel, periang, tidak pernah mau cari masalah, pintar mengumpulkan teman, bergaul tanpa memandang siapa dia, apa dia, semua hal baik kala ia masih menjadi salah satu warga sudut Jogja yang begitu sederhana, hilang dari pandangan siapapun yang dulu pernah mengenalnya. Nyatanya… hidup dalam sangkar emas bermandikan berlian, tidak bisa membuatnya berjalan lancar dalam sebuah jalan, dia memang terlihat tegar, senang, tanpa beban, tapi setelah malam datang dan dia hanya seorang diri... beban itu begitu terasa kembali berat. Ketegaran hanya topeng penutup kelemahannya, kesenangan hanya alat penghibur sesaat untuk menepis rasa sepi, wajah tanpa beban itu... hanya sandiwara dalam menutupi beratnya bahu sendiri, kala menyadari orang-orang yang dulu dia sayangi perlahan dan begitu pasti menghilang dalam jalannya.

Mungkin ini bukan kemauannya, mungkin inilah jalan hidup yang harus dia lewati. Setegar apa dia kala melihat orang tuanya yang semakin menjauh dari jangkauannya?, sehebat apa dia, saat Kakak yang bisa dia jadikan sandaran untuk berbagi keluh-kesah perlahan melangkah meninggalkannya dalam kesendirian!?, sesabar apakah dia mengendalikan letupan emosi ketika dihadapkan pada apa yang dia lihat, kala seorang sahabat yang selalu dia percaya, yang selalu tahu akan dirinya, yang selalu berbagi gelak tawa tangis sedih dari kecil itu... begitu sangat dekat dengan orang yang dia Cintai?! Menjadi seorang penghianat dimatanya!?, sesempurna apa dia dalam menghadapi apa yang sudah menjadi takdirnya?, karena Tuhan pasti sudah sangat tahu, kemampuan dari semua Mahluk Ciptaan-Nya!.


"Gak kerasa, kita udah mau satu bulan disini! Bagaimana dengan Shania? Apa kamu sudah memberi kabar kalau kamu pindah ke jakarta!?" Mama dan Beby sedang menikmati makan malam.
"Shania.. gak bisa dihubungin Mah, kayaknya nomornya ganti deh! Dari saat sampai di sini, Beby udah coba ngehubungin dia untuk memberitahukan kepindahan Beby, tapi ternyata nomernya malah gak bisa dihubungi (Wajahnya sedih). Mungkin Shania marah sama Beby, soalnya... terakhir kita komunikasi, Beby kan menyudahi obrolan kita gitu aja, dan selanjutnya... Beby gak pernah hubungi dia lagi, karena Beby kan dilarang dekat-dekat dengan HP terlalu lama!" Terawang Beby dengan nada sesal dan wajah sedihnya; Mama merasa kasian.
"emm… Nanti, biar Mama coba cari alamat tempat tinggalnya ya, biar kamu juga bisa langsung nemuin dia!" Ucap Mama penuh semangat.
Yang Mama inginkan adalah melihat kebahagiaan di wajah Beby, dan menurutnya, Shania sang sahabat bisa memberikannya kebahagiaan, apalagi sekarang mereka sudah satu kota. Kalau dulu waktu di jogja saat Shania sudah pergi, Mama bisa melihat Beby bisa selalu ceria karena keberadaan 2 teman lainya, yaitu Subhan dan Aji.
"Gimana caranya Mah?" Tanya Shania
"Kamu gak perlu tahu, serahkan sama Mama kamu yang juga bisa bekerja seperti detektif ini! " Mama mengedipkan mata kanannya pada Beby
"Ceileee.. Mama... sok detektif-detektifan lagi, Hahahaaa…"

Beby memikirkan Shania dalam diam lanjutan makan malamnya. Saat dia memutuskan untuk mendampingi Shania tanpa menghindarinya karena masalah sakit yang dideritanya itu, kenyataan berkata lain... Beby putus komunikasi dari Shania karena kondisinya sempat ngedrop drastis, hingga akhirnya tak pernah lagi ada jalinan percakapan menarik dalam berbagai bahasan yang mengundang tawa, sedih, atau haru saat Shania bercerita dan Beby menjadi pendengar. Dan alasan lain yang tidak Beby tahu soal Shania yang ganti nomer HP dan nomer pin BB, untuk tidak bisa lagi tembus komunikasi dengan dirinya. Yang Beby tahu dan yakini adalah.. Shania marah karena tidak adanya lagi komunikasi terjalin diantara mereka, dan Shania pasti sudah bisa punya teman di sini (Jakarta).

"mm—Mah?"
"ya? Ada apa sayang?"
Beby memainkan sendoknya, sepertinya dia sedikit kesulitan untuk mengeluarkan suaranya, "mmm—Beby… Beby boleh meminta sesuatu gak dari Mama?!" bukan karena sakit, tapi karena segan.
Mama tersenyum "apapun yang kamu mau, selama Mama bisa memberikannya, Mama pasti akan berikan itu!" giliran Beby yang tersenyum, "jadi… kamu mau apa?"
"Beby.. boleh gak? Kalau Beby minta sekolah, Mah?", Mama berhenti menyuapkan makannya "ehm, kalau pun enggak juga.. gak apa-a,-"
"kamu tuh bicara apa sih sayang? Mama belum juga ngasih jawaban, kamu udah jawab sendiri!" Beby hanya mengulaskan senyum harap nya.
"tentu kamu boleh sekolah lagi!. . . Kamu kenapa bicaranya baru sekarang?" Beby hanya diam tersenyum dalam tatapan pada Mamanya, "Maafin Mama ya, Mama sampai lupa sama sekolah kamu!" Mama memegang lembut tangan Beby.
Beby menggeleng, "nggak Mah! Mama gak perlu minta maaf, Mama gak salah kok! Emm— Beby... Cuma gak mau terus.. dan terus bikin repot Mama, dan… jadi beban buat Mama!", Mama membuat sedikit kerungan kecewa mendengar ucapan seperti itu dari Beby.
"biaya untuk immunotherapy aja.. itu udah mahal banget Mah, setiap bulan Mama ngeluarin uang ratusan ribu, hingga nyaris jutaan. Cuma buat obat pengebal itu! Belum lagi biaya kehidupan kita disini!! Beby benar-benar sudah menjadi beban untuk Mama!" Beby tertunduk lesu.

Saat sampai di jakarta dan memulai konsultasi di rumah sakit kanker yang sudah di rekomendasikan oleh dokter rawatnya saat di Jogja. Beby mendengar begitu jelas dan gamblang soal penyakitnya yang setiap hari semakin mengganas, dan bahkan sekarang, sudah masuk di stadium metastasis (stadium lanjut), meski sudah di asupi zat kimia dan pernah satu kali operasi untuk membunuh sel mematikan itu.

Dokter bilang, jalan terakhir untuk Beby bisa sembuh adalah.. Beby melakukan operasi pembedahan terbuka yang menggunakan sinar partikel / laser radio aktif (Robotic Radio Surgery System). Namun, biaya untuk melakukan operasi itu tidaklah sedikit, perlu beberapa lama untuk Mama Beby mengumpulkan dulu pundi-pundi uangnya, operasi sekarang sangat lah berbeda dari operasi yang pernah diikuti Beby kala di Jogja. Dan selama masa menunggu keuangannya OK untuk bisa terlaksananya operasi menentukan itu, Beby di anjurkan untuk mengikuti immunotherapy (system pengebalan tubuh, meskipun sebenarnya therapy itu untuk mencegah Kanker, tapi menurut dokter itu cukup membantu terhadap seseorang yang sudah terkena kanker, memperlambat penyebaran kanker), karena kanker bukanlah penyakit yang bisa di sembuhkan begitu saja, ada kala dimana seseorang di vonis bebas dari penyakit tersebut, tapi beberapa tahun kemudian... sel itu kembali hidup dan kembali menjamah tubuh bagian dalam, hingga membuat rapuh bagian luarnya.

"Kenapa bicaranya seperti itu? Kamu gak perlu memikirkan soal biaya sayang.. biar itu Mama yang memikirkan!. . . Mama gak perduli, harus seberapa keras Mama bekerja untuk membiayai pengobatan kamu, Mama akan lakoni itu. Dan Mama.. tidak akan menyerah sama hasil yang hanya di tentukan oleh dokter, dia cuma penyampai hasil yang hanya terlihat kasat mata berdasarkan deteksi mesin, selebihnya... Tuhan lah yang lebih tahu!! Tidak ada perjuangan yang sia-sia, Tuhan tidak pernah tidur, Dia tahu siapa saja umatnya yang selalu mau berjuang melewati takdir yang diberikan-Nya!!" Ucapan Mama mampu membuat Beby tenang dalam haru dihatinya.
"(matanya berair) Beby beruntung banget, bisa terlahir dari seorang perempuan mengagumkan seperti Mama. Mama tidak pernah menampakan kelelahan Mama untuk menopang Beby, Mama selalu bisa memberikan semangat pada Beby kala rasa sakit ini hampir membuat Beby menyerah, dan Mama... bisa membuat Beby tenang walau hanya mendengar suara Mama dalam untaian kalimat! Mama tahu? Beby itu… adalah anak paling Beruntung dan Bahagia karena memiliki dan dimiliki sama Mama. Beby sayang.. sangat sayangg sama Mama "
"Kalau kamu.. memang sayang sama Mama, berjuanglah sama Mama, untuk mengalahkan sakit itu… untuk memperlihatkan pada Tuhan, kalau kamu tidak pernah menyerah pada kehendak yang sudah Dia berikan!" Beby mengangguk pasti, menyambut ucapan Mama.
"Besok, Mama akan cari rekomendasi untuk kamu sekolah. Biar kamu bisa tetap menjaga kondisi tubuh kamu juga!. . . kalau Mama gak salah ingat, Tante Rosi (Kakak dari Mama) pernah cerita kalau Kakak sepupu kamu (anak tante Rosi) itu sudah bekerja sebagai pengajar di salah satu SMA, ya… siapa tahu kamu bisa masuk disana, biar sekalian Mama juga bisa nitipin kamu sama dia!" Beby mencoba mengingat Kakak sepupu yang sedang Mama bicarakan, "kalau kamu sekolah disana, Mama juga jadi gak perlu terlalu khawatir, kalau kamu kenapa-kenapa gak ada yang ngasih kabar ke Mama!" lanjut Mama.
"emp, Beby ikutin apa yang Mama bilang aja deh  yang penting Beby bisa sekolah lagi.. Beby bosan Mah, di rumah terus!" ucapnya penuh semangat. Mama tersenyum menyambut ucapan Beby.

"eh, ya Mah.. Kakak sepupu Beby itu… eehhh, itu.. namanya itu… Kak… Imel kan Mah?"
Mama mengangguk "iya.., kamu masih ingat sama Kak Imel?"
"dikit Mah, terakhir ketemu kan pas kita mau pindahan ke Jogja!" ucapnya sambil menerawang dengan wajah dihiasi senyum bahagia.


***
"Shan, Shan..! Ada murid baru loh di kelas XI IPA 4!?"
"oh ya!terus?"
"yaahh.. pake nanya terus lagi! Ya kita 'Ospek' lah!!"
"semangat banget si lu Gab!" sahut Ochi
"eh harus dong, udah lama kan kita gak ngOspek anak baru!" jawabnya sambil tersenyum penuh maksud "lagian kan, jarang-jarang ada murid baru di sekolah kita, masuk di kelas IPA lagi! gimana?" lanjutnya.
"emm— emang tuh murid baru gimana sih,? harus ya kita kerjain sekarang?" kata Shania, mau-tidak mau menanggapi Gaby.
"gak tahu juga sih gue, cuman ya… kan sayang aja kalo dilewatin, penyambutan murid baru nya, Hahahaha..!" tawa Gaby menjawab Shania.
"ya udahlah, Shan. Kita lihat aja dulu, buat sekedar Say Hai.. sama ya… daripada bosen dikelas gak ada kerjaan!" Ochi mulai ikut tertarik ajakan Gaby.
"ehm… ntar istirahat aja deh liatnya, gue lagi males keluar!" jawab Shania, dengan gesture enggan.

"lu lagi kenapa sih? Kayaknya lemes banget hari ini?!" Tanya Gaby penasaran. Ochi melihat Shania, dan dia merasa apa yang dikatakan Gaby ada benarnya.
"tau ah! Lagi males aja!!" jawabnya tanpa menatap Gaby.
Gaby melihat Ochi dengan berisyarat menanyakan 'kenapa?'; Ochi membalas tatapan Gaby dan hanya mengangkat bahunya untuk menjawab isyarat Tanya Gaby.

Waktu istirahat tiba, Ochi dan Gaby lebih dulu berdiri dari tempat duduknya dan mengajak Shania untuk melakukan apa yang tadi pagi mereka perbincangkan.

"Kenapa malah bengong?! Jadi kan mau say haii sama anak baru itu?" ucap Ochi yang melihat Shania hanya memakukan tatapan heran padanya, "Hei.. lu oke Shan?" tanyanya kemudian.
"Hah? Em.. ya… ya, im fine!" jawabnya terbata,

Entah sedang merasakan apa Shania, karena sikapnya terlihat tidak seperti biasanya jika diajak untuk mengerjai teman sekolah, sekarang dia seolah begitu enggan untuk mendatangi targetnya, dan hanya ingin diam ditempatnya kini, bermain dengan lamunan dan perasaan yang tidak bisa dia terjemahkan. Padahal.. dia bisa sangat semangat untuk mengerjai teman satu sekolahnya, apalagi jika kondisi rumah sedang membuatnya suntuk, dan perasaannya sedang kalut.

"yakin? Kalo gak jadi sekarang juga gak apa-apa! Masih bisa besok lusa kan, say hai nya!!"
"yahhh.. kok gak jadi sih! Gak ser,- awww… duhhh… lu… apaan sih Chi? Pake nginjek kaki gue segala!" ucapan Gaby berakhir dengan ringisan sakit sambil memegang kaki kanannya yang diinjak Ochi.
"duhh.. sorry- sorry gak sengaja! Beneran deh Gab!! Hehe" elak Ochi,
"huh? Apanya yang gak disengaja? Orang… nginjeknya kenceng banget juga!!" protes Gaby,
"kan gue udah minta maaf Gab, namanya juga… disengaja!" Ochi menurunkan suaranya saat menyebut kata 'disengaja'
"apa… lu bilang barusan? Disengaja!"
"gak sengaja Gab, bukan di sengaja.. ah itu sih lu nya aja yang…"
"yang apa? Yang budek? Iya itu..?"
"bukan gue yang ngomong loh.."

Shania tersenyum melihat tingkah mereka berdua, lalu menghentikannya "udah-udah.. malah jadi heboh sendiri! Acaranya aja belum dimulai.."
"acara? Acara apaan, Shan!?" Gaby yang sedang sewot pada Ochi jadi berhenti.
"ehhh—loading! Ya acara ngerjain anak baru itu lah! Iya kan Shan?" kata Ochi, Shania mengangguk,
"Owhh.. eh? Berarti jadi dong, kita ngOspek anak baru itu?" Shania kembali mengangguk; Ochi menepuk jidat "yesss.. bagus! Ya udah, yuk berangkat!" semangat Gaby.

Mereka bertiga keluar dari kelas, namun saat dalam perjalanan menuju kelas si anak baru, tiba-tiba tidak di sengaja, Seorang murid satu tingkatan dengan Shania dan lainnya menabrak Gaby...
"*%$#:@%^&*:@.... DUHHH!!"
"a, aku- aku minta maaf!" katanya sambil menunduk, beberapa murid di sekitar tempat kejadian hanya bisa melihat,
"heh! Kalau jalan tuh pake mata, gak liat apa... orang segede gini masih aja di tabrak, gimana kalau orang nya lebih pendek dari LU?!" hardik Gaby dengan kasarnya
"ma- maaf~ aku mint,-"
"maaf, maaf! Lu pikir dengan maaf semuanya beres! Siapa nama LU?" Ochi ikut bicara, lalu melihat bet nama si murid yang menabrak Gaby. . . .


Sumber : Cemistri Jkt48 | Facebook

0 Response to "CERBUNG PELANGI DALAM SAKURA *9th Chapter*"

Posting Komentar

Setelah baca, comment ya^^