CERBUNG PELANGI DALAM SAKURA *11th Chapter*

...PELANGI DALAM SAKURA...
*11th Chapter*



"Duhhh... Well, Well.. ada Bu Melody,," bisik Octy pada Noella, Noella mengerung mencoba mengikuti pandangan Octy, 
"yaelah.. ganggu banget tuh!" ucapnya, "pstt.. Gab! ada Bu Melody tuh" lanjutnya sambil memberikan isyarat.
Gaby lalu memberitahukan pada Ochi yang duduk di sebelah Shania. Ochi melihat, kemudian... pikirannya memberi bisikan untuk melakukan sesuatu, demi mengetahui benarkah kalau Beby itu teman Shania yang di Jogja atau bukannya. Shania melirik sekilas kebelakang untuk melihat Melody yang sedang berjalan dan akan melalui meja mereka, lalu dia melihat kearah Cindy dan Beby dengan tatapan datarnya.

Melody semakin dekat, dan terus mendekat, sebenarnya dari jarak beberapa meter sebelum sampai di meja Shania dan teman-temannya, Melody sudah bisa melihat ada sesuatu yang sudah terjadi pada Beby dan Cindy yang kini sedang dalam posisi berdiri, dengan Cindy memegang Beby.
"Beby... Cindy...?" panggil Melody dengan sedikit kerungan heran; yang lain mulai kalang kabut (Gaby, Vanka, Octy Dan Noella) "kamu kenapa, Beby?" tanya Melody kemudian, saat menilik Beby yang sedang dalam posisi tidak wajar menurutnya.

Belum sempat Beby ataupun Cindy menjawab, Ochi tiba-tiba berdiri dari kursinya dan. . .
"em-- barusan Beby kesandung Bu, kita baru mau bantuin! iya kan teman-teman?!" ucapnya dengan cepat berdiri di sebelah Beby dan membantunya, hingga membuat yang lainnya bengong, tak terkecuali Shania, Beby dan juga Cindy. "ayo, Beby.. gue bantu lu? duduk dulu sini!?" tawarnya Kemudian dengan menyeret halus Beby untuk duduk di tempat duduknya semula (duduk di sebelah Shania),

Beby dan juga Cindy tidak bisa menolak. Beby sudah duduk di tempat Ochi, dan Cindy duduk di dekat Vanka, lalu Ochi sendiri jadi duduk di seberang Beby dan Shania, dia menatap keduanya dalam tatapan ingatan di kejadian lampau.
"iiya Bu, barusan itu Beby kurang hati-hati, jadi aja kesandung... hehe" Gaby segera mengerti tindakan 'halus' Ochi dan mengikuti alur yang tengah dibuat temannya itu. yang lain ikut mengangguk untuk meyakinkan.

"kalian... kenal sama Beby juga Cindy?" heran Melody karena tahu mereka tidak satu kelas. yang lain bingung harus menjawab apa, Ochi yang maju untuk bicara,
"kita kenal sama Beby, Bu!" ucapnya, kembali membuat yang lain mengerung heran. "Beby itu... temannya Shania waktu di Jogja, makanya kita sekarang jadi kenal sama dia! iya kan Shania?!" Shania kaget; Beby sama; Cindy dan sisanya juga Melody tak kalah kaget dengan pernyataan Ochi yang diakhiri tanya.

Shania kemudian melihat Ochi dengan tatapan kesal karena dia sudah bicara seperti itu, dan membuat yang lain sekarang diam dalam tunggu untuk mendengar jawabannya.
"... Enggak! dia bukan teman saya!! apa yang Ochi bilang itu salah!!!" Singkatnya tanpa ada kalimat lanjutan, Shania langsung berdiri dari tempatnya duduk dan pergi begitu saja.

Ochi lebih dulu mengikuti Shania yang terlihat kesal atas tingkah yang sudah dia ambil; yang lain sempat mengucapkan permisi pada Melody, sebelum mengejar Shania dan Ochi; Melody dan Cindy memandang tanda tanya pada Beby; Beby diam dalam sedih, melihat dan mendengar ucapan yang terlontar dari bibir Shania.
"Beby... Beby..." Melody mencoba memanggil Beby yang sedang melamun, "Beby! kamu gak apa-apa?" dia menepuk lembut pundak Beby yang dari wajahnya terpancar kesedihan dalam balutan pucatnya warna air muka.

Beby tidak memberikan jawaban kata, tetapi dia mendesis pelan karena merasakan sakit di kepalanya, "hsss...."
"Beby, kamu kenapa?" giliran Cindy yang khawatir;
Wajah Melody berubah begitu panik ketika melihat apa yang Beby lakukan, "Cindy, bantu ibu bawa Beby ke UKS!" tanpa bertanya lagi Melody langsung mengambil langkah untuk membawa Beby.
"i...iya.. Bu!" jawab Cindy ikut panik.
". . . ga..gak perlu Bu! aku baik-baik aja kok!" Beby menahan tangan Melody yang akan membantunya berdiri. Melody berhenti dan kembali ingat akan ucapan Beby waktu dia mengantarkan Beby pulang,
"kamu... yakin? gak apa-apa!?" Beby mengangguk dan memperlihatkan senyum manis dalam tahanan kesakitan yang sengaja dia sembunyikan, karena Beby tidak mau kalau Cindy sampai tahu kondisi dia yang sebenarnya.
"... ya sudah.. sebaiknya kalian kembali ke kelas, kalau ada apa-apa cari saja Ibu,.. Ibu ada kelas di X-4 " ucap Melody, memberi isyarat secara tidak langsung. Beby tidak merespon; Cindy mengangguk.; Melody pun pergi meninggalkan Cindy dan Beby. Sebenarnya Melody ingin mengantarkan Beby langsung ke kelas nya, tapi jika dia melakukan itu.. Beby pasti tidak akan menyukai tindakannya.
"Kamu beneran gak apa-apa Beby?" Cindy masih mencoba memastikan.
Beby tersenyum, "gak apa-apa, Cind! aku baik-baik aja! Makasih ya!!"

"Shania tunggu!" Ochi yang mengejar Shania mencoba menghentikannya, "Shania? Shan... Shania.... tunggu dong!" tangan kanan Ochi akhirnya bisa mengunci pergelangan tangan kiri Shania, hingga membuatnya terhenti.

"ada apa lagi!?" ucap Shania kesal (sisa geng nya diam dalam jarak kurang lebih 30cm dari Ochi dan juga Shania)
"apanya yang 'ada apa lagi?'" Ochi malah balik bertanya,
"apa yang lu katakan tadi di depan mereka semua, apa maksud ucapan itu? dari mana lu tahu soal dia (Beby)!?"
"kenapa? gue gak ada maksud apapun! apa yang gue katakan tadi... itu Fakta kan!? kenapa lu harus ngelak?!" Ochi mulai menusuk, untuk mengetahui yang sebenarnya, "toh dia emang temen... oh bukan! dia itu... sahabat lu yang dari Jogja itu kan!?"
Shania kesal, "jangan pernah lu... sebut dia sahabat gue!", Ochi mengerung "DIA BUKAN TEMAN APALAGI SAHABAT GUE!! lagian... apa itu Sahabat? huh!" Ochi diam,
rasa kesal yang tidak mendapat tempat pelampiasan membuat Shania diambang kebimbangan.
"lu... sebaiknya jangan pernah ungkit tentang dia di depan gue! karena gue udah lama buang dia dari kehidupan gue!! ngerti lu!?" tutupnya dengan melepas paksa genggaman Ochi.

"Kenapa lu harus semarah itu, saat gue bilang kalau dia itu temen lu?" Shania diam, "gue gak tahu apa yang sudah terjadi diantara kalian, yang dulu sering gue denger lu nyebutin nama dia, sebagai orang yang begitu lu percaya! tapi apa yang gue lihat tadi dan kemarin... itu sama sekali bukan gambaran yang harusnya gue lihat dari setiap narasi yang lu ucapkan, tentang dia!! Iya kan!?" Jelas Ochi menjabarkan.

Shania tidak mau memperdulikan, dia bergegas untuk melangkahkan kakinya.

"gue cuma mau bantuin lu!" Shania berhenti menggerakan kakinya, "kalo dia.. emang bukan sahabat lu lagi! lantas, kenapa tatapan lu memperlihatkan rasa iba dalam kepura-puraan benci lu!?" Shania mengerung, menebak apa yang sebenarnya ingin Ochi sampaikan. "gue emang gak tahu, apa yang udah bikin lu se kesal itu sama dia, saat gue bicara seperti tadi! tapi gue tahu pasti. lu, udah terluka karena dia!!... dan, kemarahan yang selama ini tidak tahu harus lu apakan, sekarang ada dan bisa lu lampiaskan sama orang nya langsung . . . Karena dia yang udah bikin luka di hati lu!!" Shania hanya diam dan terdiam mendengar setiap ucapan Ochi.

... "apapun yang udah dia lakuin sama lu, lu gak seharusnya diemin dia kayak gitu! lu harus buat dia ngerasain rasa sakit yang udah lu terima dari dia!!" . . . "bebas lah Shania, katakan dan perlihatkan betapa luka yang pernah dia goreskan dalam diri lu, bisa lu bayar dengan luka yang sama, bahkan lebih!!",

Shania sempat merasakan kebimbangannya untuk tidak menjalin komunikasi atau kontak fisik dengan Beby yang hanya akan membuat dia teringat lagi pada apa yang pernah dia lihat, namun kini.. kebimbangan itu mulai roboh dan terkikis oleh ucapan Ochi yang secara tidak langsung nge-push dirinya untuk tidak diam dalam menghadapi hal yang membuatnya terluka.

Dia memang benci dengan Beby (atau mungkin dengan kehidupan yang sedang dia jalani akhir-akhir ini) dan selama ini dia mencoba menghilangkan Beby dalam ingatannya, usahanya memang sulit untuk berhasil, namun... saat usaha itu akan membuahkan hasil, tiba-tiba saja bayangan yang selalu memburunya dalam luka dan dia tinggalkan di belakang, datang lagi dihadapannya dengan cara dia memberikan pengobatan pada orang lain yang sedang dilukai (menolong Cindy).

"gue tahu.. selama beberapa bulan kita sama-sama berjalan di lorong sekolah ini, kita asik-asik kan bareng, menertawakan murid lain. lu gak pernah nganggap kita sahabat, tapi cuma teman, yang hanya bisa tahu soal satu sisi kehidupan di dalam diri lu, gak semua bisa kita tahu, dan juga sebaliknya!" Ochi berhenti sejenak, "lu gak perlu cerita apa yang sudah terjadi diantara lu dan juga Beby sama gue, Gaby atau yang lainnya! karena kita cuma teman kan? teman yang hanya tahu bagaimana tertawa, yang hanya tahu bagaimana menciptakan kesenangan. Tidak perlu membagi beban karena itu hanya akan jadi pelemah! . . . tapi lu harus tahu Shan, meskipun kita cuman teman, gue tetap bisa ngerasain rasa sakit yang lu derita, gak cuma kesenangan lu aja!!" Ucapnya dengan mengulaskan senyum, lalu Ochi pergi menghampiri Gaby dan yang lainnya, meninggalkan Shania yang masih berdiri di posisinya.

Selama di kelas setelah jam istirahat, tidak ada yang saling berbincang. Shania, Ochi dan juga Gaby diam, padahal guru untuk mata pelajaran selanjutnya tidak hadir karena berhalangan. Shania melamunkan apa yang Ochi katakan
'gue gak tahu apa yang sudah terjadi diantara kalian, yang dulu sering gue denger lu nyebutin nama dia, sebagai orang yang begitu lu percaya! tapi apa yang gue lihat tadi dan kemarin... itu sama sekali bukan gambaran yang harusnya gue lihat dari setiap narasi yang lu ucapkan, tentang dia!!'. . .
'kemarahan yang selama ini tidak tahu harus lu apakan, sekarang ada dan bisa lu lampiaskan sama orang nya langsung bukan? . . . dia yang udah bikin luka di hati lu!'

'benarkah... dia yang sudah membuat hati gue luka? benarkah... dia yang udah bikin gue marah sampai mencari pelampiasan pada yang lain!?' bisik hati Shania yang bimbang.

Gaby memperhatikan Shania, lalu dia beralih ke Ochi dan mencoba menanyakan apa yang sedang terjadi sebenarnya; Ochi hanya menggelengkan kepalanya tanpa bersuara pada Gaby yang penasaran.

'kenapa gue jadi lembek gini!? kenapa gue harus terenyuh sakit saat melihat dia di kerjai Gaby sama yang lainnya!? bukankah... gue harusnya senang?'
'apa yang Ochi katakan itu benar, gue harusnya menunjukan sama dia tentang gimana lukanya hati gue di khianati sahabat gue sendiri!'
'tapi... ahhhhh, kenapa gue serasa tidak punya sedikit pun kekuatan untuk mengerjai dia seperti yang suka gue lakuin pada murid lain?!' 'bangunlah Shania! apa yang Ochi bilang itu benar, lu harus tunjukin semuanya!!'


Beby menunggu Shania keluar dari kelasnya di depan parkiran mobil, dengan sebelumnya dapat bujukan dari Cindy untuk diantarkan pulang; Shania baru keluar dari kelas bersama Ochi dan Gaby.
"eh, entar malam pada jadi kan? party di tempatnya Brama?!" Gaby membuka obrolan karena Ochi dan Shania dari tadi di dalam kelas sampai mulai keluar kelas mau pada pulang, saling diam.
"gue sih jadi, ikut gabung! kalo lu Shan?" jawab Ochi dengan mengalihkan pandangan pada Shania.
"emm-- ya jadilah! gue gak mungkin lewatin party entar malam! udah pesen dress juga kali!!" jawabnya, Ochi dan Gaby menyambut senang.
"nahhh.. gitu dong pada senyum lagi, pada ngeluarin suara lagi, jangan kayak tadi di kelas! pada diem-dieman kayak musuhan!!" celoteh Gaby meledek Ochi dan Shania.
"yee.. siapa juga yang diem-dieman? kita kan tadi cuma ngerjain lu, iya kan Chi?!" ujar Shania,;
Ochi cukup terkejut mendengar pernyataan Shania, tapi dia yakin kalau apa yang baru saja diucapkan Shania adalah bentuk tindakan yang dia ambil dari pembicaraan nya tadi bersama Shania. Ochi melukiskan senyum lalu meng amini ucapan Shania untuk Gaby, dengan diikuti sedikit kalimat.. "he'ehm! lagiann.. ngerjain lu ternyata asik juga ye! hahahaaa"
Gaby menekuk muka; Shania dan Ochi menertawakan bareng.
"terus aja ampe puassss.. (pada Ochi dan Shania), apa lu? lihat-lihat? ada yang lucu? hah! (pada beberapa murid yang tidak sengaja sedang melihatnya)" sewot Gaby.
"deuhh.. biasa aja kali! sewot amat lu!!" ledek Ochi
"kalian tuh yang pada gak biasa! asemm, gue pikir dari tadi pada dieman itu beneran lagi marahan (ingat scene pas Ochi bicara dengan Shania, saat istirahat), ehh.. tau nya mainin gue!!" protes Gaby,
"hahahaaaa...." Shania dan Ochi kembali tertawa bareng melihat muka Gaby.

Sampai di tempat parkir mobil, Shania yang akan lebih dulu masuk kedalam kendaraanya yang terparkir lebih dekat dibanding jemputan Ochi dan Gaby, dapat hadangan dari Beby yang sudah menunggunya sedari tadi.
"emm.. dia lagi!" Gaby yang lebih dulu bicara.
Beby tidak menghiraukan karena tujuannya Shania; Ochi melihat Beby tajam, lalu beralih ke Shania; Shania melihat dengan dingin dan bencinya, apalagi setelah istirahat tadi bicara dengan Ochi, dia jadi benar-benar tahu apa yang harus dia lakukan saat berhadapan dengan Beby. Tidak mau seperti pertemuan sebelumnya yang hanya memberikan tatapan benci tapi dalam hati masih gusar.
"eh! lu mau ngapain lagi? huh?!" Gaby yang terus maju bicara,
"aku mau bicara sama Shania!" jawab Beby tanpa mengalihkan matanya dari Shania "bisa kan,... Shania?" lanjutnya.
"lu siapa emangnya, hah? mau ngomong sama Shania? dia aja tadi bilang lu bukan temannya kan?!" kembali Gaby yang menanggapi.
"bisa tolong untuk gak bicara!? aku mau bicara sama Shania!" Beby sedikit kesal pada Gaby. Gaby jadi kesal.. "eh, lu,-"
"gue gak mau bicara sama lu!" Shania memotong ucapan kesal Gaby, dan Gaby tidak marah tapi senang mendengar apa yang keluar dari mulut Shania. "gak ada gunanya juga kan bicara sama lu!?" lanjut ucapannya,; Ochi mengulaskan senyum tipis di sudut bibirnya, melihat aksi dari ucapan Shania,; Beby memang kaget mendengar apa yang diucapkan Shania, tapi dia coba meredam.
"kenapa semua jadi seperti ini..?" ucap Beby, "apa sekarang... semua se menjijikan itu buat kamu, berhadapan sama aku dan bahkan untuk bicara sama aku!?"
"ini bukan lagi hal yang menjijikan! tapi lebih dari itu!! gue udah gak mau lagi ada hubungan apapun sama seorang penghianat kayak lu!!!"
"peng..hianat" kerung Beby,
"kenapa? gak usah sok kaget deh! gue udah tahu gimana hebatnya akting lu!!" Shania meluapkan apa yang dia pendam.
"akting.. maksud kamu apa? aku gak ngerti!?" Beby sangat merasa bingung, dengan ucapan Shania.
"lu gak perlu ngertiin apapun lagi! semua udah selesai, dan lu... udah gak perlu lagi nyapa gue, ngomong sama gue, ngeliat gue, lu... cukup nikmatin apa yang udah lu dapet!! . . . dan sebaiknya... lu balik gih ke Jogja, karena disana ada yang lebih butuh sama lu, ketimbang lu disini cuman jadi pembuat runyam hidup orang lain!! am i right?!" Beby semakin tidak mengerti arah dari pembicaraan Shania; Ochi dan Gaby hanya menjadi penonton.
"what's right? aku gak ngerti apa yang kamu bicarakan!... aku mau bicara sama kamu itu, tentang sikap kamu yang berubah begitu dingin dan membenci aku begitu dalam!! apa yang sudah aku lakukan? sampai kamu bisa seperti ini sama aku!?" Beby merasa bingung, sangat bingung. Dia tidak memperdulikan adanya Ochi dan Gaby disebelah Shania.

"seperti apa? hah! seperti apa gue sama lu? sikap gue sama lu itu udah bener! gue udah gak perlu kenal lagi sama penghianat kayak lu! yang di depan begitu fasih mendukung, tapi gak tahunya... dibelakang, begitu hening lalu menusuk!!" Beby membuat kerungan di keningnya begitu dalam, karena benar-benar tidak mengerti dengan apa yang diucapkan Shania.
"Chi, Gab.. kita cabut! gak perlu lama-lama tatap muka sama orang kayak dia!!" Ochi dan Gaby mengikuti ucapan Shania, mereka bertiga melangkah, mulai meninggalkan Beby.

"aku emang gak ngerti apa yang kamu ucapkan! penghianat... nusuk kamu dari belakang... akting. tapi satu yang aku ngerti. . . ini bukan kamu! Shania yang aku kenal, tidak pernah berkata sekasar itu!!" posisi sudah saling membelakangi karena Shania dan lainnnya akan mulai bergerak meninggalkan posisi berhadapan dengan Beby.
"entah sisi kamu yang mana, yang sedang bicara, karena yang pasti... kamu gak pakai hati kamu saat mengeluarkan ucapan kamu itu!!" Shania yang semula diam mendengar ucapan Beby, pada akhirnya tidak menggubris, dan hanya dia anggap angin lalu, hingga kemudian dia melanjutkan jalan kakinya untuk masuk ke mobil, dan mobil pun meluncur... yang tersisa hanya Beby dan pikirannya yang mengawang menerka ucapan Shania. 'penghianat? menusuknya dari belakang? di Jogja ada yang lebih butuh aku?!. . . apa maksud semua ucapannya!?'
"tssshh... ahhhh!" Beby merasakan pusing menyerang kepalanya yang sedang dia pakai untuk berpikir.
'aku harus cari tahu.. apa yang sebenarnya Shania ucapkan? dia jelas begitu membenciku karena suatu alasan... alasan yang tidak aku mengerti!' dengan memegang kepalanya yang terasa sakit, Beby mencoba mengingat hal terakhir yang dia dan Shania lakukan waktu masih biasa komunikasi. tapi... pikirannya tidak menemukan titik apapun, karena Beby rasa dia memang tidak melakukan hal yang janggal. berpikir dan terus berpikir, hingga sakit di kepala yang terus menusuk membuat hidungnya mengeluarkan darah segar (mimisan), dengan menggunakan tangan kanannya Beby mencoba mengusap cairan basah berwarna merah yang dia rasakan keluar dari kedua lubang hidungnya.
"daa..rah..." bisiknya melihat telapak tangannya yang sudah merah.
'secepatnya... aku harus tahu alasan itu secepatnya, sebelum waktu ku benar-benar habis!' Batinnya sambil terus memikirkan kemarahan shania.


----
Ada yang tidak biasa di rumah huni keluarga Shania malam ini, Ve. dia.. yang biasanya pulang ke rumah begitu larut bahkan nyaris pagi buta, kini sudah terlihat duduk menyandarkan tubuhnya di sofa ruang keluarga, sambil memejamkan mata dan kepalan tangan yang erat menahan amarah. Memikirkan lagi apa yang tadi dia alami, apa yang tadi dia lihat saat sedang makan malam bersama teman-temannya. Sesuatu yang membuat pikirannya langsung membuat amarah dalam kebencian yang diselimuti rasa percaya-tidak percaya memenuhi ruang dalam kepalanya.

Saat kedua matanya menyaksikan secara langsung, 2 orang yang tidak ada kaitan dalam suatu hubungan 'baik' sedang melakukan adegan persis seperti remaja-remaja yang baru merasakan Cinta. Dari setiap gerakan yang kedua orang itu perlihatkan, Ve terus mengikuti dengan matanya, hingga tiba mereka beranjak dari restoran itu. Dan Ve... coba ikuti arah dari keduanya yang dimana salah satunya adalah orang yang sangat dia hormati dan sayangi.
Betapa terkejutnya Ve saat mobil yang diikutinya dari restoran bonafit itu berbelok ke sebuah apartemen mewah, tidak mau tanggung akan apa yang dia lihat, Ve terus mengikuti diam-diam, ikut- terus mengikuti hingga akhirnya tahu hunian apartemen yang dimasuki Mama dan Pria yang entah siapa tapi terlihat dekat, terlalu dekat untuk ukuran rekan kerja. Sampai di depan pintu kamar yang bernomorkan 408, Ve berhenti karena tidak tahu lagi harus melakukan apa... hanya diam mematung dengan pikiran sudah ngelantur kesana-kemari mencoba membuat gambaran yang paling kasar dari apa yang dia ikuti.

Cukup lama berdiri diam di seberang pintu apartemen, Ve lalu berinisiatif untuk menghubugi Mama nya, sekedar untuk tahu apa yang akan di katakan beliau. telpon pertama tidak di respon, telpon kedua masih di abaikan, telpon ketiga belum juga ada yang menanggapi hingga di percobaan keempat... telponnya dijawab juga oleh sang Bunda.
"kenapa sayang? ada apa telpon Mama malam-malam begini, hem!?" Suaranya terdengar lembut, seperti yang sering Ve dengar.
"emm.. Ve,- Mama dimana Mah?" jawabnya to the point,
"Mama... Mama ya... Mama masih di Surabaya sayang, ini juga baru mau pulang ke hotel, soalnya meeting nya baru selesai!" Ve diam mengerung atas jawaban yang Mama berikan. 'Kenapa Mama harus berbohong?' Batinnya.
"terus? kapan pulangnya Mah?" Ve mencoba tenang dalam suaranya,
"besok juga Mama.. (tiba-tiba suara Mama terhalang oleh suara seorang pria yang memanggilnya begitu mesra).."
Ve mulai tidak bisa menahan emosinya, "siapa itu Mah? kenapa manggilnya pake sayang.. sayang!?"
"ah! bukan itu.. em... itu suara televisi di dalam mobil sayang! Mama kan lagi dalam perjalanan, sudah dulu ya, Mama capek banget.. bye sayang!" Mama langsung memutus sambungan telpon dengan Ve.

Kecurigaan Ve semakin menjadi, dengan tanpa menghiraukan apapun lagi, dia maju kedepan dan sudah berhadapan dengan pintu kamar apartemen. tangan kanannya dia angkat untuk memencet bell, rasa takut akan apa yang dia lihat didalam, dia tekan agar keberanian untuk mengetahui apa yang terjadi bisa dia dapat.
Raihan tangan kanannya yang sudah diatas bell pun akhirnya dia tekankan dan... Ve berdiri tegap mempersiapkan diri pada apa yang akan dia lihat. selang beberapa menit, pintu terlihat sedikit membuka hingga benar-benar terbuka dan... Ve kaget melihat yang membukakan pintu
"kamu siapa? ada apa? apa yang sedang kamu lakukan di depan apartemen saya?" Ve tidak menjawab pertanyaan pria yang membukakannya pintu, dia hanya memperhatikan pria tersebut, yang sedang dalam balutan baju tidur yang dia kenakan.
"hey! are you oke, girls?!" Kembali pria yang sepertinya memiliki usia hampir sama dengan Papanya itu bicara,
"sayang... siapa itu? kenapa malam-malam ada di!-,"
"Ma...ma..." kekagetan Ve bertambah, begitupun dengan rasa marah yang sedari tadi coba dia kendalikan; Mama tak kalah terkejut melihat gadis yang berdiri di depan pria yang dia panggil sayang, yang entah siapanya, tapi yang pasati bukan Papa nya Ve!

"...Vv-ee... apa yang sedang kamu lakukan disini sayang?!" tanya Mama terbata,
"kamu.. kenal sama anak ini sayang?" si pria yang tidak tahu apa-apa, membuat pertanyaan pada Mama nya Ve yang dia panggil sayang.
pertanyaan dari pria asing yang berdiri dihadapannya untuk sang Mama yang berdiri dibelakangnya dengan menggunakan dialek sayang, membuat Ve semakin marah.
"perempuan yang anda panggil sayang itu... dia adalah Mama saya!!" suara Ve pecah dengan nada marah,
"apa yang sedang Ve lakuin disini? Ve sedang Meeting soal kerjaan di SURABAYA!" pandangannya beralih ke Mama dengan tatapan kebencian yang mendalam dan ucapan yang meledek. "... Ve baru tahu... kalo perjalanan pulang Surabaya-Jakarta itu, secepat ini Mah!dan.. Ve juga baru tahu, kalau Mama lupa dimana rumah Mama! Hingga Mama ada disini!!" kesalnya, lalu Ve berjalan dari tempatnya tadi terpaku dengan tatapan benci sekaligus jijik pada apa yang sudah dia lihat.
Mama menerobos keluar apartemen untuk mengejar putri sulungnya, "Ve tunggu sayang, Mama bisa jelaskan semuanya!" Ve terus berjalan cepat tanpa menghiraukan Mama nya, "Ve... Veranda, berhenti!! dengarkan apa yang mau Mama katakan!!!" lanjutnya, tanpa hasil apapun, karena Ve terus berjalan hingga dia masuk kedalam lift...
"Ve, Mama bisa jelaskan semuanya.. dengarkan dulu Mama sayang! Mama mohon!!! Mama punya penjelasan untuk apa yang kamu lihat."

"tidak perlu lagi merangkai kebohongan untuk menutupi kebohongan yang sudah terbongkar! Mama gak perlu jelasin apapun sama Ve, tapi Mama perlu dan harus jelaskan itu sama Papa!!" Ve memijit tombol 'down' di lift
"Mama tidak akan membohongi kamu! percaya sama Mama sayang?" Pinta Mama, mencoba meyakinkan.
"percaya sama apa yang sudah terlihat busuk, hanya akan membuat Ve terlihat sama busuknya!! Ve udah gak mau lagi dengar apa yang akan Mama katakan, simpan saja apa yang Mama mau simpan, anggap aja Ve gak pernah ketemu Mama di malam ini!!" lift pun tertutup dengan tangisan Mama, diluar lift.dan butiran air mata yang Ve tahan, yang akhirnya mengalir menuruni pipinya.

Di gelapnya ruangan keluarga yang sempat memunculkan kehangatan di dulu kala. Ve masih menggambarkan apa yang dia lihat, menjabarkan apa yang dia dan Mama saling ucapkan, merangkaikan setiap potongan gambar yang membuat pikirannya memanas.
'apa yang sedang mama lakukan?' Ve menyeka air matanya,
'kenapa Mah? apa Ini cara mama untuk membahagiakan aku sama Shania!?'
'inikah, yang selama ini Mama lakukan? Kenapa Mah? Ada apa sama Mama? Ada apa ini....???'
"AAaaaaaa---" Ve menjerit, mengeluarkan rasa sesak didadanya ketika mengingat apa yang sudah ia lihat.

Sosok yang sangat dia banggakan, sosok yang selalu menjadi panutannya, sosok yang begitu hangat dan penuh dengan kasih sayang, sampai dirinya begitu mengidolakan sosok wanita lembut yang seperti malaikat untuknya itu. Namun, meskipun begitu, Ve tidak bisa pungkiri kalau memang beberapa bulan kebelakang (hampir satu tahun sebenarnya) ini, sosok itu begitu jauh dari apa yang selama ini ia gambarkan, Malaikat itu kini berubah wujud, dan perubahannya turut membuat ia pun berubah.

Selama ini, Ve mengisi rasa sepinya dengan menghabiskan waktu bersama teman-temannya, untuk menghindari memikirkan orangtuanya yang begitu hektik pada pekerjaannya dan menomor sekiankan dirinya dan juga shania. Ia tidak memperdulikan keadaan rumah lagi, tidak mama, tidak papa atau bahkan Shania. Tidak ada lagi yang ia perdulikan kecuali dirinya sendiri, sibuk menjejali pikirannya karena takut akan kesepian tanpa sandaran. Dan untuk kedepannya, entah apa yang akan terjadi setelah apa yang dia lihat antara mama dan entahlah siapa pria yang tadi bersama Mamanya.

Keadaan Ve cukup memprihatinkan, tidak jauh dari apa yang Shania lakukan, keduanya sering menyambangi diskotik, menenggelamkan rasa sepi dengan dentuman musik, mencari kehangatan dari seteguk minuman berbau pekat, dan mencari keramaian lainnya demi untuk mengusir rasa sepi dan sendirinya. Banyaknya rupiah yang dijaminkan Papa dan Mama, tidak membuat kedua adik-kakak itu menjalani kehidupannya dengan ulasan senyum bahagia. Mungkin.. kalau mereka bisa memilih, tentu bukan kehidupan seperti ini yang mereka inginkan.

Suara deru knalpot mobil yang berhenti di depan rumah mewah itu, tidak sama sekali terdengar oleh Ve. Shania terlihat keluar dari pintu depan mobil sedan modifan berknalpot bising milik Ochi, dengan pakaian yang sudah berbau asap rokok. Dia melambaikan tangan kanannya pada Ochi dan Gaby yang ada di dalam mobil, dengan mengucapkan kalimat yang jika ada orang berdiri di hadapannya pasti akan sangat tercium pekatnya bau alkohol.

Shania masuk kedalam rumahnya, berjalan sedikit sempoyongan, dan mulutnya menggumam menyanyikan lagu. Hingga tiba di depan tangga yang dekat dengan ruang keluarga, langkah Shania terhenti karena sayup-sayup mendengar ada yang menyebutkan namanya.
"Shania!" Shania mengerutkan keningnya, menyipitkan bola matanya untuk melihat siapa yang bersuara.
"Apa yang kamu lakukan!?" Lanjutnya dengan kini menyalakan lampu di ruang keluarga.
"...Kaak... Ve..." Shania bisa melihat siapa yang tadi memanggilnya.
"Darimana kamu?" Ve berjalan mendekati Shania.
"Hehe.. Kaaak Vee.. Shania gak salah lihat nih!?" Ucapnya dengan nada sempoyongan persis seperti cara jalannya.
"Apa-apaan kamu? Hah!" Dengan mencium bau alkohol dari mulut adiknya itu Ve bicara dengan menahan kesal. "Kamu tahu ini jam berapa? Apa yang sudah kamu lakukan!?". . . "Kamu mabuk? Apa kamu sudah gila? Pulang pagi buta gini, badan bau asap rokok dan mulut kamu.."

"Lu tenang aja Kak... gue itu gak mabuk! Cuma sedikit keceplosan minum melebihi dosis.. haha..ha!!" Ve mengerung sambil menahan marah.
"Lu.. ngapain dirumah jam segini? Gak salah!" Tanya Shania dengan tidak terkontrolnya cara dia berucap pada Kakaknya.
"Shania!" Tanpa sadar Ve membentak
"Kenapa mesti teriak-teriak! Gue masih bisa denger kali!! Gue itu gak budek!!!" Ucapan Shania membuat Ve yang sedang dalam kabut kekalutan atas apa yang tadi dia lihat, membuatnya marah.
"Apa kamu sadar? Apa yang sudah kamu lakukan!? Kenapa kamu seperti ini!" Bentaknya,
"Ehmm.. ya... guue sadar dengan apa yang gue lakuin. Menikmati hidup tanpa ada larangan dari siapapun.. termasuk lu!" Jawabnya, "awas ahh.. gue mau tidur! Kepala gue sakit!!" Tanpa menghiraukan Ve, Shania mulai kembali menaiki anak tangga untuk masuk ke kamarnya.

Inginnya Ve menahan, tapi dia tidak mempunyai daya atas apa yang dia lihat pada adiknya. Karena kesibukan yang dia buat sendiri hingga tidak lagi memperdulikan Shania si adik kesayangannya yang baik dan penurut, dia jadi tidak tahu kehidupan seperti apa yang sedang dijalani Shania kini. Apa yang dia lihat malam ini membuat hatinya menangis begitu sedih, Mama yang selingkuh dari Papa nya, adiknya yang ternyata suka pulang larut malam hingga dalam keadaan mabuk padahal dia masih berseragam putih-abu. Ve hanya bisa menjatuhkan tubuhnya, terduduk diatas anak tangga dengan air mata yang kembali meleleh.


Sumber : Cemistri Jkt48 | Facebook

0 Response to "CERBUNG PELANGI DALAM SAKURA *11th Chapter*"

Posting Komentar

Setelah baca, comment ya^^