Pasal dalam UUD’45 yang Berisikan tentang “Hak dan Kewajiban Warga Negara”



Wuehehehe, post lagi :3 Disuruh temen buat tugas, ya udah dehh buatt :D


Hak dan Kewajiban warga negara diatur dalam undang -undang sbb:
  • Pasal 27 ayat 1-3
Mengatur tentang Kedudukan warga negara , Penghidupan dan pembelaan terhadap negara.
  • Pasal 28 ayat A – J
Mengatur tentang segala bentuk Hak Asasi Manusia.
  • Pasal 29 ayat 2
Mengatur tentang kebebasan atau hak untuk memeluk agama (kepercayaan )
  • Pasal 30 ayat 1-5
Mengatur tentang Kewajiban membela negara , Usaha pertahanan dan keamanan rakyat, Keanggotaan TNI dan Tugasnya , Kepolisian Indonesia dan tugasnya , Susunan dan kedudukan TNI & kepolisian Indonesia.
  • Pasal 31 ayat 1-5
Mengatur tentang Hak untuk mendapat pendidikan yang layak , kewajiban belajar ,Sistem pendidikan Nasional ,dan Peran pemerintah dalam bidang Pendidikan dan kebudayaan
  • Pasal 33 ayat 1-5
Mengatur tentang pengertian perekonomian ,Pemanfaatan SDA , dan Prinsip Perekonomian Nasional.
  • Pasal 34 ayat 1-4
Mengatur tentang Perlindungan terhadap fakir miskin dan anak terlantar sebagai tanggung jawab negara.

SOURCE

Bagian-bagian Lautan dan Penjelasannya

Bagian-bagian Lautan dan Penjelasannya

Sebenernya males post ginian :v Tapi karna tugas dan banyak temen yang nanya. Aku sebagai temen yg baik hati B| akan ngasih tau. Diambil dari beberapa sumber & udah dijadiin satu ;). Skip >>


-Palung Laut

(singkat dan jelas) Palung Laut adalah palung laut adalah dasar laut yg dalam, yg diakibatkan oleh menyusupnya lempeng samudera ke bawah lempeng benua.
Seperti di barat pulau Sumatra dan selatan pulau Jawa.

-Punggung Laut

Punggung laur adalah rangkaian perbukitan di dalam laut dan kadang-kadang muncul di permukaan laut. Punggung laut terjadi karena tenaga endogen yang berupa proses tekanan vertical.

-Lubuk Laut

 Lubuk laut adalah depresi laut yang bentuknya bulat atau lonjong.
Contohnya, Lubuk Sulu, Lubuk Banda, dll.

-Ambang Laut

 Ambang Laut adalah bagian dasar laut dangkal yang memisahkan dua laut yang lebih dalam.
Contohnya, Ambang Laut Sulu, Ambang Laut Sulawesi, Ambang Laut Gibraltar,

-Gunung Laut

Gunung Laut adalah gunung berapi bawah laut yang menonjol dari dasar laut yang tingginya sekitar 1.000 hingga 4.000 m dari kedalaman hingga permukaan laut
Contohnya, Gunung Krakatau (Indonesia), Maona Loa (Hawai), dll

-Paparan Benua/Continental Shelf

Paparan Benua atau Continental Shelf yaitu dasar laut dangkal yang berbatasan dengan benua dengan kedalaman 0-200 m.
Contohnya : Dangkalan Sunda antara Kalimantan, Jawa, dan Sumatera yang
berkedalaman ± 40-45 meter

-Alur-alur Laut

Kalo ini aku belum tau :D Mungkin yang tau bisa comment ^_^


Maaf kalo gk lengkap :)
Copas sertakan sumber ^_^

CERBUNG PELANGI DALAM SAKURA *12th Chapter*

...PELANGI DALAM SAKURA...
*12th Chapter*

Shania masuk kedalam kamar tanpa mengganti pakaian, tanpa melepas sepatu, ataupun menghapus make up tipis yang dia lukiskan di wajah remajanya, dan bahkan tanpa mengingat apa yang sudah dia ucapkan pada Kakaknya. Dia langsung membantingkan tubuhnya yang sudah tidak bisa menahan keseimbangan karena terlalu banyaknya minuman yang dia teguk saat di pesta temannya.

Beby terbangun dari tidurnya, dari sebelum tidur sampai akhirnya terlelap Beby terus membulak-balik badannya karena kegusaran yang melanda hatinya, mengingat setiap ucapan dan bahasa tubuh yang ditujukan Shania padanya. Dan sekarang dia terbangun karena sekelebat mimpi buruk masuk dialam bawah sadarnya.
Tidak tahu apa yang harus dia lakukan, akhirnya hanya diam telentang dengan menatap langit-langit kamarnya dan pikiran yang sesak tapi seperti tidak berpikir.

Setiap hari, setiap langkah, setiap gerak yang kita lakukan mungkin tetap dalam alunan dan tujuan yang sama, namun kisah yang mengiringi.. tidaklah selalu sama. sekarang hari minggu, satu langkah beberapa kalimat, satu memory. Nanti.. minggu lagi, satu langkah namun dengan lebih banyak kalimat dan memory yang tidak hanya satu. hari terus berputar seperti bumi yang dipijak, meski putaran tetap sama dalam rotasinya, tapi kisah anak manusia tidaklah selalu sama.

Shania bangun dari tidurnya disaat jam dinding sudah berdentang 6kali dari saat jam 6 pagi tadi (12 siang), memegang kepalanya yang terasa puyeng karena sisa alkohol masih ada dalam tubuhnya. Tidak bisa berpikir tentang apapun, hanya diam dalam alunan nafas yang masih tercium bau minuman.
Shania membangunkan tubuhnya perlahan, saat kakinya dia injakan ke lantai kamar dan coba untuk berdiri, badannya kembali terduduk diatas tempat tidurnya karena kepalanya terasa berat. Inginnya tetap duduk dan menyeimbangkan dulu tubuhnya namun, desakan rasa mual dari perutnya membuat Shania memaksakan diri bangun dari duduknya dan berlari ke kamar mandi untuk mengeluarkan makanan ringan yang sudah tercampur alkohol sisa party semalam.

Selesai membuang sisa alkohol, Shania keluar dari kamarnya untuk mencari es batu yang akan dia pakai untuk mengompres kepalanya yang terasa berat. Menuruni setiap anak tangga dan sampai di ruang keluarga, suasana masih sama... SEPI, padahal ini hari minggu, yang biasanya ada canda-tawa dia beserta Papa, Mama dan Ve. sekarang, kata 'biasanya' sudah tidak ada lagi di keluarganya, mereka terus bergerak kedepan tanpa menoleh kanan-kirinya, tanpa memperdulikan depan-belakangnya.

Sampai di dapur, Shania membuka kulkas dan mengambil sebongkah es batu kemudian membungkusnya dengan sebuah kain, dia mengambil posisi duduk diatas kursi depan meja berbentuk persegi seperti di bar yang menjadi penyekat dapur ke meja makan, dengan didepannya sudah dia letakkan segelas air putih.

"darimana kamu semalam?"
Dengan posisi kepala menunduk karena sedang dia kompres, Shania menoleh melihat siapa yang bertanya. Saat matanya sudah melihat visualisasi dari si penanya, Shania tidak menjawab tapi kembali menunduk melanjutkan kompresannya.
"jangan abaikan Kak Ve seperti itu! Kakak sedang bicara sama kamu!!" tegasnya
"..haa..hemmm... terus? Shania harus jawab pertanyaan gak penting Kakak itu!?" jawab Shania seenaknya.
"Shania! Kak Ve cuma tanya.. darimana kamu semalam? apa itu susah untuk kamu jawab!?"
"susah sih enggak! cuma males aja jawabnya.. gak penting juga kan Kakak tahu dari mana, atau sama siapa Shania pergi semalam!!" kembali jawaban yang Shania berikan bernada datar seenaknya, plus tanpa menoleh Ve.
"gak penting!? kamu.. semalam pulang jam 4 pagi, badan bau asap rokok, terus mulut bau alkohol. apa itu gak penting untuk Kakak ketahui!?"
Shania tidak menggubris, kepalanya masih terasa berat.
"JAWAB KAKAK SHANIA!! siapa yang sudah mengajak kamu pergi sampai selarut itu? darimana kamu tahu cara mabuk-mabuk kan? apa kamu juga belajar menghisap tembakau? sampai baju kamu begitu pekat aroma rokok!" Ve mulai kehilangan kendali diri, dia menaikan volume suaranya dan melakukan kontak fisik dengan Shania yang acuh menanggapi keberadaan dan pertanyaannya (meletakan tangan kanan dibahu kiri Shania dan menariknya, agar dia bisa menatap Shania dan begitupun sebaliknya.. Shania melihat dirinya.)
"Gak usah teriak! dan gak usah juga narik bahu Shania kayak gitu!!" balasnya dengan nada dia tekan, dan tangan kanannya yang tadi dia pakai menempelkan es dikepala dia pakai untuk menghempaskan tangan Ve.

Saling berhadapan dengan tatapan benci dari Shania untuk Ve, dan tatapan kaget bercampur sedih dari Ve untuk Shania.

"gak ada yang perlu Shania jawab! apa yang Kakak tanyakan, bukan hal penting yang harus aku jawab!! gak usah sok perduli dengan apa yang aku jalanin!!!" Shania berdiri bermaksud meninggalkan Kakaknya, karena merasa kesal.
"kenapa kamu bicara seperti itu? Kakak perduli sama kamu, itu kenapa Kakak nanya!"
"Hahh... perduli(?) apa Shania gak salah dengar?! sejak kapan...? Jessica Veranda, perduli sama seorang Shania Junianatha? huh!..." Ve kaget mendengar jawaban Shania. "Jessica Veranda yang Shania kenal dan yang perduli sama Shania.. bukan Jessica Veranda yang sekarang ada dihadapan Shania!! Jadi gak usah sok care sama aku!!!" dengan mantapnya Shania memberondongi Kakaknya dengan ungkapan kekesalan.

"apa kamu sadar... apa yang baru saja kamu ucapkan? aku ini Kakak KAMU! Kakak kandung... Kamu!! jadi sebaiknya kamu jaga ucapan kamu!!!" kata Ve, tak memberikan reaksi berarti untuk Shania.
"Kakak Kandung (?) haaha.. masih ngerasa punya adek?!" jawabnya.
"jangan mainin bibir kamu untuk ngeluarin kata yang tidak perlu.. Shania!"
"bukankah, seharusnya kalimat itu buat Kakak sendiri? (maksudnya ke pertanyaan yang tadi Ve ajukan)"
"apa untuk menjawab pertanyaan seperti itu saja sulit buat kamu!? apa keperdulian Kakak gak berarti dimata kamu?!"

Shania yang sudah ingin pergi dari hadapan Ve, kembali bicara dengan kesalnya, saat mendengar apa yang dikatakan Kakak sulungnya.
"Perduli? haaa... Sejak kapan? kata Perduli itu bisa kembali Kakak ucapin depan aku?". . .
"bukankah.. selama ini Kakak udah lupain aku? Kakak udah nyimpen aku sendirian, disini! dirumah besar yang dingin ini!!, Kakak udah nganggap aku gak ada, Kakak gak pernah lagi memperdulikan bahkan untuk sekedar menoleh aku.. yang butuh pelukan dirumah dingin ini!! Kakak.. sama mereka berdua, cuma jadiin Shania receptionist di gedung berpagar besi ini!!!" mata Shania mulai berair mengungkapkan isi hatinya, "lantas sekarang... kenapa tiba-tiba Kakak sok perduli sama aku!?"
Ve merasa perasaannya campur aduk mendengar setiap uraian yang keluar dari mulut Shania, yang sudah lama tidak pernah bercengkrama dengannya.

"Kakak udah gak bisa nemuin lagi tempat ramai? udah gak tahu lagi tempat menenggelamkan rasa sakit dan sepi? teman-teman yang lebih Kakak perduliin pada kabur ninggalin Kakak!? apa karena itu.. Kakak sekarang secara tiba-tiba sok perduli sama kehidupan yang aku jalanin?!" Ve diam termangu mendengarkan.
"Kak Ve... mau tahu? darimana, sama siapa, siapa yang ngajarin aku!?... aku pergi sama teman-teman yang selalu bisa ngasih aku kehangatan saat aku kedinginan, aku pergi sama mereka yang selalu bisa ngasih keramaian saat aku merasa kesepian, aku pergi sama mereka yang bisa ngobatin luka di hati aku, aku pergi sama mereka yang BENAR-BENAR perduli sama aku, aku yang udah dilupakan oleh keluarganya sendiri!!" air mata di sudut mata Ve mulai menuruni muaranya dan meluncur membasahi pipi kanan dan kirinya. mendengar pengakuan Shania adiknya sendiri yang memang dia kesampingkan saat dia mulai merasakan kesepian dari ketidakhadiran Papa dan Mama dalam kehidupannya.
"dan aku... belajar pulang larut malam, menenggak minuman untuk menghangatkan tubuhku dari kedinginan, dan bahkan aku coba menghisap tembakau yang asapnya bisa bikin pikiranku yang selalu bergemuruh tak karuan menjadi kosong... dan hal lain yang belum Kakak lihat! semuanya.. aku pelajari dari Kakak, dari Papa, dari Mama, dari kalian semua.. yang udah bua,-" *plakkkk* Ve menghentikan luapan hati Shania akibat dari ulahnya sendiri (ulah Ve maksudnya), dengan melayangkan telapak tangan kanannya ke pipi kiri Shania.
"Haah! (Shania memegang pipinya)" kekesalannya semakin menjadi pada Kakaknya.
Ve melihat telapak tangannya sendiri yang tanpa dia sadari sudah dia pakai untuk menghentikan ucapan Shania.
"Mm--mmaafin Kakak, Shania.. itu, barusan.. Kakak,-"

"nice slap! you need to know, this isn't heart me!! sikap kalian semua... lebih menyakitkan dari satu tamparan ini!!" Shania memotong permintaan maaf Ve, dengan ucapan. "ini gak seberapa Kak, dan bekasnya pun pasti akan hilang... tapi disini (nunjuk dada dengan tangan kanannya) lebih menyakitkan dan gak tahu kapan bekas nya akan hilang!! terima kasih buat tamparannya, itu lebih bikin Shania tahu dan lebih menyadari... siapa Kakak sekarang!!!" lalu dia pergi dengan amarah yang menguasai.

Ve mencoba mengejar tapi itu sia-sia, karena Shania begitu marah dan mungkin begitu membenci sosoknya kini. Yang bisa Ve lakukan hanya mematung dengan rasa sesal menemani, Dia hanya bisa memejamkan matanya dan menggigit bibir bawahnya menahan suara tangis yang mungkin akan pecah, mendengar setiap ucapan yang terlontar dari adik yang dulu begitu dekat dengannya, ditambah adegan terakhir yang dia buat untuk menutup setiap luapan Shania.

Apa yang Shania keluarkan lewat emosinya itu adalah kenyataan, setiap kalimat yang dia susun adalah gambaran betapa buruknya tingkah Ve selama ini, untuk menutupi kesepian dirinya sendiri hingga melupakan adiknya, yang sebenarnya bisa jadi penghibur untuknya. kalau saja dia tidak ikut dan mengikuti teman-teman yang dia jumpai di Universitas hingga akhirnya dia terbawa arus dan mulai asik sendiri tanpa ingin ada gangguan. Tamparan yang dia lakukan itu.. adalah atas dorongan hatinya yang tidak menginginkan mendengar lantunan Shania lebih jauh lagi menguak kebobrokan dalam dirinya.

Ve hanya bisa duduk dan menyesali setiap tingkah dan ucapannya selama beberapa bulan menginjak tahun kebelakang ini. Semua rasa sesalnya itu dia temui saat melihat Scene Mama nya yang sedang berkencan dengan pria lain tadi malam, dengan ditambah hari ini sang Mama tidak ada pulang ke rumah untuk mengejarnya agar tidak membocorkan pada Papa, meskipun Papa sendiri sedang tidak ada di rumah dan entah kapan pulang dari trip office nya di Malaysia. Dan juga.. apa yang baru saja dia alami dengan adik kesayangannya barusan, sungguh membuat Ve terpuruk. Dengan tanpa dia tahu kalau sebenarnya apa yang tadi Shania sampaikan itu belum selesai, kalau saja tadi Ve tidak menghentikannya dengan sebuah tamparan. Mungkin Ve akan mendengar keluhan Shania lebih dalam, keluhan tentang apa yang dia lihat pada Papa dan Mama nya yang juga sudah menjadi faktor penyebab kenalnya dia dengan dunia malam yang hanya bisa merusak tubuh dan pikirannya. Apa yang Ve saksikan semalam, bukanlah hal yang asing untuk Shania yang sudah lebih dulu tahu tentang kelakuan Mama nya.
Sementara yang Ve tahu hanya kebobrokan sang Mama, Shania justru tahu bukan hanya Mama yang bermain api, tapi Papa nya juga, sama hal dengan Mama. bermain dengan seseorang lain, entah untuk pencapaian apa. Yang Shania tahu... kedua orang tua yang begitu dia hormati, menjadi tak berarti setelah apa yang dia saksikan secara diam-diam.

Kehidupan mapan nan layak sudah mereka capai, jabatan tertinggi sudah mereka raih dalam jenjang karirnya dibalik lakon suami-istri yang sudah dihadiahi 2 orang putri yang cantik-cantik. Entah masih ada kekurangan apa hingga orang yang sudah dipanggil Papa dan Mama itu melakukan permainan, yang mempertaruhkan kedua putrinya dalam kesengsaraan hidup dibalik limpahan harta dan junjungan tahta yang begitu disegani orang banyak.

Manusia memang mahluk yang selalu tidak merasa puas atas apa yang sudah mereka dapatkan. ketika ujian datang, tumbuh kesabaran yang begitu kuat untuk menghadapinya, namun setelah ujian itu berlalu dan berganti dengan kesenangan yang Tuhan kasih... mereka justru melemahkan rasa syukur hingga ketidakpuasanlah yang selalu mereka dapat. Tidak pernah mereka sadari bahwa dalam kesenangan atau kebahagiaan yang Tuhan berikan, ada ujian yang juga harus bisa mereka lewati... Ujian rasa Bersyukur. 

---
"Beby..." ucap Melody saat melihat seseorang yang tadi membunyikan bell rumahnya,
Beby tersenyum dan mengucapkan salam "Hai Kak.. selamat siang!"
"ayo sini masuk! sama siapa kesini?" Melody merangkul pundak Beby dan membawanya masuk.
"Mama kamu tahu? kalo kamu main ke rumah Kak Imel?!" Beby menggeleng, "apa? terus? kamu gak pamit sama Mama?", dan Beby kembali menggeleng.
"kamu naik apa kesini? mana gak pamit dulu sama Mama kamu! kalo ada apa-apa gimana?" cerewet Melody.

kali ini gelengan Beby diikuti senyum dan ucapan "Mama di rumah sakit, katanya sih piket gantiin temannya yang sakit! lagian, kalau Beby pamitan dulu, bukannya dapat ijin keluar, yang ada malah disuruh diam dirumah! " jelas Beby, membuat Melody yang mendengarkan bisa menerima alasannya.
"ya udah! tapi lain kali, mau dikasih izin atau enggak, sebaiknya kamu tetap pamitan dulu sama Mama, biar beliau gak khawatir, kalau Mama kamu pulang duluan.. gak tahunya dirumah kamu gak ada? panik nanti tante Ana!" lembutnya memberi nasihat pada Beby.
"^_^a iya sih Kak, ya udah deh.. nanti-nanti Beby pamitan dulu kalo mau pergi, itu juga kalau Beby masih bisa bernafas!" jawabnya dengan candaan jayus,
"heyy.. ngomongnya jangan kayak gitu! Tuhan gak akan suka!!"
"cuma bercanda Kak, biar Beby gak nervous berhadapan sama Kak Imel! "

"... mau minum apa, Dila?" Melody menawarkan setelah mereka memasuki ruang tamu kediaman Melody.
"ehm.. gak usah Kak, nanti ngerepotin!" jawabnya sungkan.
"hmm.. cuma segelas air putih gak akan bikin Kakak repot! tapi ya... kalo kamu emang gak mau ngerepotin Kak Imel, kamu.. anggap aja sedang dirumah kamu sendiri, jadi kalau kamu mau minum atau apapun, lakukanlah seperti di rumah kamu, gimana?" panjang lebar Melody.
"eeh?" kaget Beby, Tanpa tahu harus memberikan jawaban apapun lagi, Beby pun lantas hanya menganggukan kepalanya pelan. Melody menyambutnya dengan senyum yang menyipitkan kedua matanya.

Tujuan Beby mengunjungi rumah Kakak sepupunya itu adalah untuk meminta alamat rumah Shania. Karena dia ingin secepat mungkin tahu penyebab dari marahnya Shania pada dirinya.

"jaadi..? ada apa, dek?"
"em.. Beby mau... mau.... itu... mau, (Melody menunggu).. mau minta alamat rumahnya Shania sama Kakak! boleh gak Kak?"
"alamat Shania...?" Beby menggangguk. "buat apa, dek?" tanyanya mengingat ucapan Shania saat istirahat kemarin pada Beby.
"eumm.. ada yang harus Beby selesain sama Shania, Kak!"
Melody mengerung, "jadi... kamu beneran kenal sama Shania?", Beby mengangguk, "tapi, bagaimana dengan ucapan Shania kemarin dikantin, Dek? dari ucapannya saja Kak Imel bisa lihat kalau dia itu.. benci sama kamu!" ucapnya, khawatir.
"itulah, kenapa Beby tanya alamat rumahnya Shania. karena Beby ingin selesain kesalahpahaman dari kebencian yang Shania tujukan pada Beby, Kak!" ujarnya.
"apa... boleh, Kak Imel tahu, tentang kamu sama Shania? kalau memang dia itu teman kamu, gak mungkin dia sebenci itu sama kamu seperti kemarin!"

Beby berpikir sejenak, antara memberi tahukan atau tidak. Tapi akhirnya... dia memberitahukan tentang kisah dirinya bersama Shania, meskipun singkat cerita yang di bagi Beby pada Melody, namun Melody bisa menangkap dengan sangat jelas bagaimana kisah persahabatan mereka berdua.

"persahabatan yang indah.." senyum Melody, dibalas senyum oleh Beby yang masih memainkan memory lamanya dengan Shania, ketika dia bercerita ria pada Melody.
"...eumm-- jadi gimana Kak? apa Beby bisa tahu alamat rumahnya Shania?" Beby mencoba kembali ke topik utama.
"ah!  tentu (dibarengi anggukan), tentu kamu bisa mendapat alamat Shania! Sebenarnya Kak Imel gak boleh ngasih-ngasih alamat murid-murid pada sembarang orang, tapi setelah mendengar kisah kamu sama dia... Kak Imel merasa, apa yang Kakak lakuin bukanlah suatu yang salah! " Beby menyambut ucapan Melody begitu sumringah.
"makasih ya Kak.. buat bantuannya!" tutur Beby lembut.
"ya.. emm, tunggu sebentar, biar Kak Imel bawain dulu alamat nya Shania!"
"iya Kak, sekali lagi makasih!"

Melody pun bergegas pergi menuju kamarnya mengambil alamat rumah Shania dan menyalinkannya untuk Beby.

"terus? kapan kamu mau menemui Shania dirumahnya?" tanya Melody setelah memberikan kertas yang sudah berisikan alamt rumah Shania.

"secepatnya Kak, Beby akan secepatnya menjumpai Shania di rumahnya. Karena kalau bicara di sekolah, terlalu banyak orang di sekitar Shania, yang sepertinya tidak menyukai kehadiran Beby, apalagi.. Beby deketin Shania!" paparnya pada Melody.
"ohh, ya udah.. kalau misalnya nanti, kamu mau pergi ke rumahnya Shania, kamu telpon aja Kak Imel, biar Kakak nganterin kamu kesana, ya?"
" Kak Imel.. terlalu baik sama Beby! nanti bisa-bisa Beby ketergantungan sama Kakak!!" balasnya atas penawaran Melody.
"memangnya kenapa? kalau kamu ketergantungan sama Kakak?"
"nanti Beby.. sulit lepas dari Kakak, terus bikin Kak Imel sedih karena... Beby gak akan lama, ketergantungan dan dekat sama Kak Imelnya :'-)"
"(senyum Melody begitu enak dilihat) maka Kak Imel gak akan menyia-nyiakan waktu itu! , kalau perlu.. Kakak akan terus bikin kamu ketergantungan sama Kakak, biar kita bisa sedekat seperti dulu.. saat kamu masih bisa Kak Imel gendong! " dengan memegang lembut tangan Beby, Melody bicara.
"Haha.. itu waktu Beby kecil Kak, kalo sekarang.. emang Kak Imel masih kuat gendong Beby?" balasnya terdengar mengakrab.
"eeuhh.. nantang Kak Imel nih ceritanya?" sambil mendekat ke Beby, seperti akan merealisasikan 'gendong' Melody bicara "ayo sini.. biar kamu Kak Imel gendong!",
"hahaha..  becanda Kak! serius banget nanggepinnya!!" kata Beby sambil tertawa renyah.

Apa yang Melody lihat diwajah Beby kini (tertawa), dan tingkah Beby yang terus berusaha mengakrabkan dirinya pada Melody, membuat Melody merasakan senang. Karena dia akan bisa kembali menjadi Kakak terdekat untuk si anak asuh yang begitu dia sayangi sewaktu masih kecil. (Melody dan Beby sama-sama anak tunggal)


Beby sudah pamit pada Melody untuk pulang, dia ditawari oleh Kakak sepupunya itu untuk di antarkan pulang, tapi Beby menolak halus. Karena dia sebenarnya ingin langsung mencari rumah Shania, namun tanpa memberi tahu Melody.

Beby menelpon taksi dengan menyebutkan alamat lengkap rumah Shania ke perusahaan taksi tersebut. Dia menunggu kendaraan yang akan mengantarkannya datang, ditemani perasaan tidak karuan (nervous karena bakal ke rumah Shania). selang beberapa menit lamanya menunggu, taksi yang Beby pesan pun datang juga...

"sudah sampai dek!" kata supir taksi,
Beby mengitarkan pandangannya sejenak, "disinikah.. alamat yang tadi saya kasih Pak?" tanya Beby kemudian.
"iya.. ini alamatnya, dan itu... rumah yang kamu tuju, rumah nomer 48 kan?"
Beby menujukan matanya ke sebelah kiri gerbang yang memang menancap 2 angka untuk rumah itu.
"oohh.. ya udah, ini uang nya Pak (melihat argo taksi), terima kasih ya Pak!" lantas kemudian Beby menuruni taksi yang sudah mengantarkannya.

Berdiri sejenak di depan rumah yang terlihat... begitu besar bahkan sangat besar, hingga membuat Beby terpaku sekejap dan menikmati pemandangan dari luar rumah besar bertingkat 2 itu. Sebuah rumah dengan gaya yang begitu berbeda, dari rumah yang keluarga itu miliki di Jogja dulu.

Saat Beby masih diam, tiba-tiba gerbang besar yang menjulang tinggi itu terbuka, Beby segera menarik tubuhnya untuk bergeser kesebelah kiri, karena dari arah gerbang terlihat sebuah Ford silver keluar. Beby memperhatikan lewat kaca depan si pemilik mobil yang begitu terburu-buru.
"Shania...!" ucapnya berbisik saat bisa menangkap gambar siapa yang mengemudikan mobil.
Mobil itu memacu gas nya begitu kencang, setelah keluar dari dalam halaman rumah. Beby hanya bisa melihat kencangnya sedan itu berlari di jalanan komplek perumahan yang rumahnya besar-besar dan megah-megah dengan gerbang pada tinggi menjulang, disertai penjaga rumah yang tidak hanya manusia tapi ada juga seekor atau bahkan lebih, anjing penjaga.

Mobil yang Shania kendarai sudah tidak terlihat, Beby yang sudah bisa menguasai lagi pikirannya, kembali melihatkan matanya kearah dalam rumah yang gerbangnya siap untuk kembali ditutup. saat matanya menuju halaman rumah, Beby bisa melihat ada sosok seseorang lainnya yang sepertinya sudah tidak asing dimatanya. Beby melihat kearah Ve yang tadi sempat mengejar Shania untuk melarangnya menyetir karena Shania sedang dikuasai amarah. dan Ve.. menyadari ada seseorang yang sedang menatapnya, ia tatap balik orang itu untuk memastikan apa dia kenal atau tidak. Tapi karena perasaan sedih masih menguasai dirinya, Ve jadi tidak begitu menghiraukan siapa yang sedang menatapnya.

Beby hanya bisa menghela nafas pendek ketika gerbang sudah tertutup rapat.
'rumah ini... terlalu besar untuk bisa aku masuki!' Beby merasa malu, apalagi mengingat apa yang sudah Shania ucapkan tempo hari. Dan lagi, Shania yang mau ditemui pun pergi dengan keadaan yang sepertinya sedang marah atau entahlah, karena dia begitu kencang memacu pedal gas mobilnya.
'kehidupan apa yang sedang kamu sama keluargamu jalanin, Shania?'...
'rumah ini begitu besar, fasilitasnya pasti tak kalah hebat dengan rangka rumah ini! tapi, kenapa sikap kamu seperti itu (mengingat Shania yang suka nge bully).' Beby mulai melangkahkan kakinya untuk meninggalkan rumah yang tadinya mau dia singgahi.


***
Pagi menjelang, siulan burung-burung mengiringi naiknya mentari pagi keatas langit.

Beby yang kemarin pulang terlambat ke rumah dengan sebelumnya tidak memberi tahu Mama kalau dia pergi ke rumah Melody dan pulangnya langsung ke rumah Shania, mendapat kemarahan dari Mama, kemarahan karena rasa khawatir. Tapi setelah Beby menjelaskan... akhirnya Mama pun mengerti, sambil memeluk Beby dan mengusap lembut kepalanya, Mama memberi wejangan agar Beby tidak bersikap seperti itu lagi.

Bersiap untuk pergi ke sekolah, setelah selesai membersihkan badannya, dan mengenakan seragamnya, Beby duduk menghadap cermin. Tadinya bermaksud untuk menyisir rambutnya, namun saat dia melihat pantulan dicermin... Beby mengerung karena melihat wajahnya pucat. Beby lalu mengambil cream untuk dia bubuhkan pada wajahnya yang terlihat tidak seperti biasanya itu. Meskipun sedang sakit, wajahnya tidak pernah menampakan kepucatan seperti sekarang yang sedang Beby lihat.
Selesai dengan cream, Beby mengambil sisir, dia ayunkan sisir itu kearah rambutnya dan mulai menyisir... kembali untuk kedua kalinya di satu pagi, Beby terkejut. Sekarang dia melihat entah berapa puluh lembar rambut yang menempel di sisirnya. Beby merasakan sedih, tapi tidak tahu harus berbuat apa.. dia hanya bisa menghela nafas lalu kembali membuat simpul senyum untuk menyemangati dirinya sendiri.

"sayanggg.. ayo turun, kita sarapan du..lu,- kamu kenapa?" Mama yang tiba-tiba masuk membuat Beby kaget, dengan segera Beby menyembunyikan tangan kanannya yang tadi dia pakai memegang sisir.
"huh? mm--nggak! Beby gak apa-apa Mah, hehe.. cumaaa- kaget aja, soalnya Mama masuk tiba-tiba sih!!" dengan melebarkan senyum Beby menjawab, tanpa memberi tahukan tentang apa yang dia alami pagi ini pada sang Mama, karena tidak ingin membuat nya khawatir.
"Mama pikir ada apa? Mama udah cemas aja! ya sudah.. sarapan dulu yuk?"

Memberikan senyum kecil dan anggukan, Beby kemudian berdiri untuk mengikuti Mama nya. namun... saat berdiri, tubuhnya malah kembali terduduk karena rasa sakit dikepalanya tiba-tiba menusuk. Mama kaget melihat apa yang Beby perlihatkan, beliau langsung berjongkok untuk melihat kondisi Beby yang menundukan kepalanya mencoba meredam rasa sakit.
"Beby.. sayang! kepala kamu sakit lagi?" panik Mama "kita ke rumah sakit ya?" Beby menggelang, lalu mengangkat wajahnya.
Mama tidak bisa memaksa, tapi.. apa yang detik berikutnya ini Mama lihat, benar-benar membuat kepanikan Mama semakin menjadi, dan memaksa begitu paksa Beby untuk mengikuti kemauannya, pergi ke rumah sakit.
"ya Tuhan... hidung kamu mimisan! ehm, a-angkat kepala kamu sayang!" perintah Mama, dengan langsung mencari box tisue untuk menyeka darah yang masih keluar dari hidung Beby.
"pokoknya.. kita ke rumah sakit sekarang! sudah 2 minggu juga kan, kamu gak check-up!!?" kembali Mama bicara dengan nada tegas.
"gak usah Mah, gak perlu! lagian.. obatnya juga masih ada kok, buat apa juga ke rumah sakit!?" tolak Beby, dengan tangannya dia pakai menyeka darah, sedikit-- demi sedikit.

Mama menemukan tisue dan menutupkannya sejenak kehidung Beby, untuk menghentikan aliran darah agar tidak terus keluar.
"kamu gak boleh dan gak bisa nolak! abis sarapan kita langsung ke rumah sakit!!"
"tapi Mah, Beby kan harus sekolah"
"Mama bisa telpon Kak Melody, kalau hari ini kamu tidak bisa masuk karena sakit, biar Kakak kamu yang menyampaikan pada wali kelas kamu!!" jawab Mama tegas.
"em.. itu.. Beby.. hari ini Ujian, jadi Beby gak mungkin bolos Mah"
"jangan alasan terus Beeeby.. Mama tahu kamu berbohong!"
"tapi Mahhh,-"
"pokoknya, tidak ada tapi-tapi an! setelah sarapan kita berangkat!! Mama akan telpon Kak Melody nanti..."

Beby diam sejenak memikirkan lagi alasan penolakan.

"Mah... kalau misalnya, Mama di kasih pilihan... untuk, pergi ke tempat yang membuat Mama kecapekan tapi Mama merasa senang dan bahagia bisa pergi kesana, sama... pergi ketempat yang membuat mama tidak akan sama sekali merasa capek, tapi Mama gak merasa senang sedikitpun!.. mana yang akan Mama pilih?" Mama mengerung mendengar pertanyaan yang dibuat Beby.
"yaa.. Mama sudah pasti akan pilih ketempat yang bikin hati Mama senang, meskipun itu bikin capek.. toh entar juga capek nya bisa hilang! iya kan?"

Beby tersenyum mendengar jawaban Mama, yang bisa dia jadikan senjata untuknya tidak pergi ke rumah sakit.
"...dan itu juga yang akan Beby pilih! Beby.. akan pergi ke tempat yang bikin hati Beby senang, meskipun nantinya merasa capek. Bukan ketempat yang bikin badan Beby gak capek tapi hati gak senang!"
"maksud kamu..? aahh.. Mama tahu, kamu gak mau pergi ke rumah sakit!? iya kan? sayang!" terka Mama, yang baru mengerti alur dari pertanyaan Beby.
"(Beby mengangguk), rumah sakit.. mungkin bisa tahu apa yang tubuh Beby mau. Tapi, gak sama hati Beby Mah! setiap datang kesana, tubuh Beby memang di relaksasi, tapi setelahnya... saat mendengar apa yang dokter ucapkan.. (Beby memasang tampang sedih), itu sama sekali gak bikin hati Beby senang, Mama juga tahu itu kan?" Mama terdiam masih dalam merawat hidung Beby yang mengeluarkan darah.
"tapi kalau di sekolah..? Beby mungkin bisa aja kecapek an, tapi itu justru bikin hati Beby senang. Apalagi Beby bisa bertemu dengan teman-teman disana.. terutama Shania! dan banyak hal lain di sekolah yang bisa bikin Beby sejenak melupakan sakit dalam tubuh Beby ini!"
Mama terharu mendengar ucapan Beby, dia sudah tahu soal Beby yang ternyata satu sekolah dengan Shania, dan juga soal Shania yang entah karena alasan apa sekarang sedang membenci nya.
"waktu terus berjalan tanpa bisa kita hentikan Mah! masalah Beby sama Shania, harus segera Beby selesaikan.. sebelum waktu Beby... Haaabis!" dengan memegang lembut tangan Mama yang sedang merawatnya.

Mama merasakan tengggorokannya begitu sakit, mendengar ucapan terakhir Beby. Tapi Mama tahan agar tangisan tidak pecah. Mama menyimpan tisue yang sudah ada bercak berwarna merah, lalu memakai tangannya untuk membelai lembut kedua pipi Beby.
"Mama mungkin akan menyesali tindakan Mama karena tidak segera membawa kamu kerumah sakit, tapi Mama.. akan jauh lebih bahagia jika bisa terus melihat kamu tersenyum dalam bahagia!" Beby mengulaskan senyum membalas senyum Mama disela ucapannya. "Mama akan ngasih kamu izin untuk pergi ke sekolah, tapi dengan satu syarat!"
"apa Mah?"
"pulangnya.. kamu langsung ke rumah sakit! biar nanti Mama jemput!! dan Mama gak mau lagi denger alasan apapun!! Setuju?!"
"Setuju Mah! "
"ya sudah.. lihat hidung kamu (Mama menilik), kita kebawah sekarang, sarapan dulu!"
"Siap Mama!" Beby memberikan Hormat pada Mamanya. Mama menyambut dengan senyum.


Sampai di sekolah, Beby sudah disambut oleh Cindy..
"paagy Beby "
"Cindy!? ngapain di depan gerbang?!"
"nungguin kamu!" jawabnya polos
"nungguin aku? hehe.. udah kaya orang sakit aja pake ditungguin segala!" balas Beby dengan sedikit bercanda.
"Beby gak suka ya? kalo Cindy tungguin kamu disini!?" Cindy yang belum terbiasa bercanda, merasa apa yang dikatakan Beby itu adalah bentuk penolakan halus dari ketidak sukaan.
"eh? nggak-nggak!" kaget Beby, "nggak gitu Cindy! itu tuh cuma bercanda, kamu serius amat sih, masih pagi juga!" kembali Beby rada bercanda.
"jadi... Beby suka dong, Cindy tungguin disini!?"
", ada seorang teman yang nungguin kamu di depan gerbang sekolah, untuk masuk ke kelas bareng... siapa yang gak suka digituin? siapapun, termasuk aku.. udah pasti suka!" jawaban Beby membuat Cindy senang.
"Makasih ya Beby.." senyumnya..
"kok kamu yang ngucapin makasih, sih? harusnya tuh aku yang bilang makasih, karena kamu udah nungguin aku disini!" ujar Beby.

Mereka berdua masuk barengan ke kelas, dengan wajah Cindy yang begitu senang. sementara Beby.. dia jalan sambil tersenyum bukan hanya karena sudah ditungguin Cindy, tapi juga jadi teringat masa lalu, saat dia ada di posisi Cindy yang dulu menunggu Shania di depan gerbang sekolah.

"lu kenapa Shan?" tanya Ochi saat melihat muramnya wajah Shania, dan sekilas melihat pipinya Shania yang sedikit merah.
"kenapa apanya?" Shania malah balik bikin pertanyaan,
"pipi kamu kenapa? terus wajah kamu? kok surem gitu!?"
"gue gak apa-apa! pipi gue juga gak apa-apa kok!! emang ada yang aneh ya?" jawab Shania menyembunyikan. Dia masih mengingat apa yang Ochi katakan tentang 'teman'.
"ada.. kok yang aneh, tapi dikit! Ah sudahlah, mungkin gue salah nebak ekspresi wajah lu!" ucap Ochi, sedikit kecewa karena Shania memang hanya menjadikannya teman bukan Sahabat.
"makanya... jangan selalu jadi penebak ekspresi orang, ekspresi wajah sendiri aja belum pernah bisa ditebak dan diartiin kan?! "
"hemmm.. paling bisa ngomong nya!" Keluh Ochi.
Shania tersenyum melihat wajah Ochi yang sedang sedikit menekukan bibirnya.

Mengikuti materi yang disampaikan pengajar dalam sebuah forum resmi seperti sekolah, bisa menjadi garing, kalau penyampai materi tidak bisa menghidupkan suasana. Lain mata pelajaran, lain guru. Lain guru, lain juga tata cara mengajar memberikan ilmu pada setiap muridnya. Suasana akan bisa lebih hidup dan murid tidak merasa bosan, dengan apa yang akan disampaikan kalau saja si pengajar bisa mengerti apa yang diinginkan si murid , dan si murid bisa menaruh hormat pada si guru yang sudah memberi kebebasan pada mereka dalam memilih cara belajar. Saling mengerti bisa membawa pada suasana nyaman untuk kedua belah pihak.

Beberapa mata pelajaran selesai diikuti murid-murid di sekolah yang kebanyakan muridnya adalah perempuan, sampai di pertengahan jam full pelajaran (istirahat) mereka semua keluar kelas untuk sekedar menikmati hidangan makanan, atau sekedar merefresh otak setelah di jejali beberapa materi pelajaran.

Dan seperti biasa, Shania bersama teman-temannya sudah nongkrong di kantin, di meja yang sama, seperti setiap hari sebelumnya. menikmati makanan dan minuman sambil membahas sesuatu yang bisa membuat mereka tertawa rame atau diam begitu hening. Serasa kantin yang cukup luas itu hanya milik mereka ber enam, sementara yang lainnya cuma numpang .
"gila.. gila... party di rumah Brama kemarin asik banget!" cerita Noella antusias, "kapan-kapan.. kita harus tuh bikin party kayak gitu! terus ya.. yang diundang itu, cowok-cowok ganteng yang suka nongkrong di tempat balapan liar tempat kita juga biasa jalan, secara disana cowoknya.. aduhhh cool abis, belum lagi mereka semua pada jago balapan! hihihi.." khayal Noella
"ish! si wewel mah.. isi otaknya cowok mulu!" kata Vanka
"yeee.. sirik aja lu! daripada lu.. isi otaknya makanannn aja!! lu gak mau apa punya cowok?! masa mau terus-terusan jomblo sih!"

"ahh.. udah-udah! lu berdua itu.. sama aja!! yang satu cowokkk terus, tapi tetep aja Jones (Jomblo ngenes). Nah yang satunya.. makanannnn mulu, tapi badannya tetap aja kurus kering!!" Gaby memisahkan Noella dan Vanka dengan ucapan sindiran.
Keduanya yang tadi sempat saling menertawakan kecil atas apa yang dikatakan Gaby, malah berakhir dengan tekukan muka. Malah Ochi, Shania, Octy dan juga Gaby lah yang lepas tertawa.
"Nihh.. mendingan juga gue.. sama gadget-gadget kesayangan gue ini!" bangga Gaby pada apa yang dia miliki (I-pad, I-pod, I-phone, i-gak tahu lagi apa yang ada di tas Gaby :-D)

"gak ada mendingnya.. lu juga sama aja! gadget aja banyak plus canggih-canggih.. tapi kagak tahu gimana makenya, yang lu tahu cuma cara pake ngerekam sama jepretin photonya doang!" giliran Ochi yang menyerobot, membuat Noella dan Vanka menertawakan Gaby puas.

"Ish! udah ahh... mulai gak asik! eh, ya? ngomong-ngomong soal ngerekam sama photo.. udah lama juga ya, kita gak ngerjain anak-anak disini!" mulai... Gaby mulai membahas soal mengerjai teman-teman di sekolahnya.
"iya juga ya? hmm-- kira-kira.. siapa yang bisa kita jadikan artis ya?" celoteh Vanka sambil sok mikir.
"menurut lu siapa? Shan!" Ochi membelokan celotehan Vanka dengan bertanya pada Shania.
Shania ikut berpikir, mengacak wajah yang akan jadi korbannya,
"Siapa ya..? yang asik buat dijadiin artis?" katanya di sela-sela memikirkan. "aduhh.. gue pengen pipis! gue ke toilet dulu, serah kalian lah siapa calon artisnya, gue ikut aja!" lanjut Shania, sambil bergegas ke kamar mandi.
"emm.. okey, jadi siapa nih? yang bakal jadi "caaalon artiss"" dengan menggerakan telunjuk dan jari tengah secara barengan, Noella bicara.
"gimana kalau... Beby!" celetuk Octy yang daritadi tidak banyak bicara.
"wahh.. seriusan nih? calon artis nya Beby?" Tanya Gaby, yang lain saling menukar pandang. Dan... bahasan dimulai lebih serius setelah mereka dapat nama "calon artis" yaitu BEBY si anak baru.

Sementara teman-temannya sibuk membahas calon korban kecongkakan mereka, Shania yang sudah keluar dari kamar mandi malah bertemu dengan Beby sang calon artis (korban).

"Shania.." panggil Beby (posisi saling berhadapan, karena Beby tadinya akan masuk ke kamar mandi).
Shania hanya memberikan tatapan dinginnya seperti biasa.
"Shania.. aku mau bicara sama kamu?" dengan mantapnya Beby bicara.
"gue gak mau ngomong sama lu!" jawab ketus Shania.
"cuma sebentar aja! aku mohon!"
"mau itu sebentar.. atau lama sekalipun! gue.. gak mau ngomong sama lu!! apa yang gue ucapkan tempo hari, itu udah gue omongin semuanya!!!"
"justru itu.. aku masih dan mungkin gak akan pernah ngerti tentang maksud dari ucapan kamu tempo hari, karena aku emang gak tahu arah dari pembicaraan kamu!"

Suasana dekat kamar mandi cukup sepi, jadi Beby bisa lebih leluasa untuk berbicara pada Shania, ditambah dia ke kamar mandi cuma sendirian.

"seehh.. lu gak usah pura-pura bego Beby! sekarang.. tampang lu kayak gitu itu, gak akan bisa bikin hati gue lunak kayak dulu!!"
"aku mohon.. jelaskanlah, apa yang sudah membuat kamu semarah dan sebenci ini sama aku!? biar aku bisa nolong kamu, sahabat terbaik yang pernah aku miliki!!"
Shania mengangkat kecil kedua alis matanya, mendengar ucapan Beby, "nolong gue..? maksud lu apa?"
"senyum kamu... aku mau nolongin sahabat aku, buat ngembaliin senyumnya, senyum manis yang dulu pernah dia miliki!" Shania terdiam,. "senyum ceria yang sudah nolong aku dari kesendirianku dulu, senyum hangat yang bikin semua orang senang bila dekat dengan kamu, senyum.. yang kini tidak bisa aku lihat di wajah kamu!!"
Shania seperti ditarik paksa menembus waktu memikirkan kehidupannya kala di Jogja dulu.
"aku.. emang gak tahu apa alasan betapa benci nya kamu sekarang sama aku! mungkin... karena aku yang tiba-tiba memutuskan komunikasi kita dulu, yang udah bikin kamu membenci aku. Mungkin... karena ketidak berdayaan ku saat kamu sedang dalam masalah, dulu, dan aku tidak bisa ada di sisi kamu saat itu. Mungkin,-"
"Mungkin karena lu tidak seharusnya ada di dekat Dia.. itu tambahannya! puas? minggir.. gue mau pergi!"
"Dia..? di,- siapa?" penasaran Beby.
Shania tidak menghiraukan, dia pergi meninggalkan Beby, tapi Beby berusaha menghentikan langkahnya.
"Siapa Dia yang kamu maksud? jelaskanlah Shania!" pinta Beby, dengan tangannya perlahan dia lepaskan dari memegang Shania yang tadi akan pergi.

"lu.. lu lagi pura-pura bego? atau udah bego beneran hah?" kesal Shania. "Dia.. SUBHAN! cowok yang gue suka, dan lu tahu itu! tapi kemudian.. lu nusuk gue dari belakang, dengan berpura-pura ngedukung gue sama dia. Tapi saat gue gak ada deket kalian, lu dengan leluasa deketin dia.. terus ngambil dia! lu juga suka kan sama dia? hah!"
"aapa? Ssubhan!"
"kenapa? mau bikin elakan?!"
"eenggak! aku gak sepicik yang kamu pikir Shania!! aku gak ada hati sama dia!!!" Beby coba menjelaskan
"..kalo, lu gak punya hati sama dia! terus? apa yang waktu dulu gue lihat di sungai, saat lu.. lagi sandaran dan entah hal menjijikan apa lagi yang gue gak pernah lihat, dari lu sama dia!!?" jelas Shania dengan menekankan suaranya.

Beby kaget mendengar ucapan Shania, lalu memainkan pikirannya untuk menangkap waktu yang Shania bilang saat dia melihat dirinya dengan Subhan.
"kenapa diam? gak bisa jawab? gak bisa nyari alasan?!" Shania menyudutkan,; Beby masih mencoba mencari gambar lama kala masih di Jogja.
"denger yah! ini... percakapan terakhir gue, sama lu!! setelah ini, lu jangan pernah lagi muncul di depan gue, terus ngomong dengan bawa-bawa kata Sahabat atau kata lainnya yang bikin kuping gue panas, yang seolah lu tahu siapa gue. Karena gue... bukan siapa-siapa lu, dan lu... bukan apa-apa gue! Dulu... lu mungkin pernah jadi sahabat gue, tapi sekarang... lu itu... Musuh buat gue!!" Dengan melangkahkan kakinya dan dengan kesengajaan Shania menubrukan bahu atas kirinya pada lengan kiri Beby, yang masih mempekerjakan pikirannya mengingat masa lalu.

"Tunggu!... (suara Beby menahan sakit)" Shania yang akan pergi jadi berhenti melangkah, padahal jaraknya sudah ada kurang lebih 48 centimeter di belakang Beby. Dia berhenti bukan hanya karena Beby kembali bicara, tapi juga karena mendengar perubahan tone dari pita suara Beby.
"aku belum tahu... gambaran mana... yang kamu maksud antara aku... sama Subhan...!" Beby terdengar terengah (hidungnya kembali mengeluarkan darah, badannya mencoba menahan rasa sakit) "tapi... aku pastikan, kalau diantara aku... sama Subhan... itu gak ada apa-apa... dan gak pernah terjadi apapun!" Tubuh Beby mulai roboh, dia menempelkan tangan kanannya untuk menopang tubuhnya sendiri.
"bukalah hati kamu... lihatlah, ikutilah cahaya kecil yang ada dalam diri kamu... biarkan itu yang menuntunmu... bukan amarah dari rasa benci yang... kamu sendiri... tidak pahami...!" ucapan terakhir dari Beby sebelum dia akhirnya jatuh pingsan. Dan Shania tidak menyadari itu.

Ada ketukan hangat di hatinya saat mendengar ucapan Beby, tapi karena amarah membuncah sudah terlampau menutupi mata hati, Shania jadi tidak menghiraukan ketukan itu dan... dia segera memulai kembali langkahnya, karena sudah tidak mendengar suara Beby. Tanpa ada sedikit tolehan kebelakang ketika gendang telinganya sudah tidak lagi mendengar suara Beby, dengan gerak pasti Shania meninggalkan tempat itu.

Cindy yang berpapasan dengan Shania di belokan lorong ke kamar mandi, hanya melihat sekilas pada Shania, dan itupun dengan sudut matanya, karena dia tidak bisa menatapkan kedua mata secara langsung, takut-takut kalau Shania akan menjadikannya arahan.

Saat sudah belok dan tinggal beberapa meter ke kamar mandi, Cindy terkejut melihat posisi Beby yang sudah tidak sadarkan diri diatas sebuah bangku yang terletak di dekat tembok kamar mandi (sebelah pintu WC, dengan jarak lumayanlah)... Tanpa sadar, Cindy berteriak memanggil nama Beby, yang sempat tertangkap oleh pendengaran Shania, dan juga sempat menghentikan langkahnya, tapi tidak begitu menggubris.
Cindy segera menghampiri Beby, Cindy sungguh sangat terkejut dengan apa yang dia lihat.. wajah Beby sangat pucat, dari hidungnya darah segar masih keluar. Dia panik setengah mati, melihat kondisi Beby.. mengguncang tubuh Beby dan memanggil namanya berharap Beby bangun, Cindy melakukan itu beberepa kali, tapi apa yang dia lakukan hanyalah kesia-siaan belaka. Mencoba berpikir, hingga akhirnya dia ingat pesan rahasia dari Melody yang dia dapat.. 'kalau saat kamu sedang bersama Beby, terus terjadi sesuatu yang tidak bisa kamu tangani, cepat hubungi Ibu!.. tapi ingat! ini cuma diantara kamu.. sama Ibu, jangan sampai siapapun apalagi Beby tahu, ibu menyuruh kamu melakukan ini!!'.

Dengan segera, Cindy mengeluarkan Handphone nya dan mulai mencari nama Melody untuk dia hubungi.
"Ayo dong Bu.. angkat telponnya!" Panik Cindy sambil memegang Beby.
Melody masih belum merespon..
"Duhhh.. Bu Melody kemana sih!" Cindy jadi ikutan pucat, "Beby.. kamu kenap,-"
"Halo! Ada apa Cindy?" Suara Melody akhirnya terdengar juga.
"Aaahh.. makasih Tuhan! Bu.. Bu.. Ibu cepat kesini! Beby, Bu!.. Beby" suara Cindy sangattt panik.
Melody melebarkan bola matanya yang manis, saat mendengar kepanikan Cindy menyebutkan nama Beby. "Kamu sama Beby dimana? Terus Beby nya gimana?!"

Cindy memberitahukan, dan Melody segera bergegas pergi ke sudut yang diberitahukan, dengan kepanikan yang menelusup hatinya. 


Sumber : Cemistri Jkt48 | Facebook

CERBUNG PELANGI DALAM SAKURA *11th Chapter*

...PELANGI DALAM SAKURA...
*11th Chapter*



"Duhhh... Well, Well.. ada Bu Melody,," bisik Octy pada Noella, Noella mengerung mencoba mengikuti pandangan Octy, 
"yaelah.. ganggu banget tuh!" ucapnya, "pstt.. Gab! ada Bu Melody tuh" lanjutnya sambil memberikan isyarat.
Gaby lalu memberitahukan pada Ochi yang duduk di sebelah Shania. Ochi melihat, kemudian... pikirannya memberi bisikan untuk melakukan sesuatu, demi mengetahui benarkah kalau Beby itu teman Shania yang di Jogja atau bukannya. Shania melirik sekilas kebelakang untuk melihat Melody yang sedang berjalan dan akan melalui meja mereka, lalu dia melihat kearah Cindy dan Beby dengan tatapan datarnya.

Melody semakin dekat, dan terus mendekat, sebenarnya dari jarak beberapa meter sebelum sampai di meja Shania dan teman-temannya, Melody sudah bisa melihat ada sesuatu yang sudah terjadi pada Beby dan Cindy yang kini sedang dalam posisi berdiri, dengan Cindy memegang Beby.
"Beby... Cindy...?" panggil Melody dengan sedikit kerungan heran; yang lain mulai kalang kabut (Gaby, Vanka, Octy Dan Noella) "kamu kenapa, Beby?" tanya Melody kemudian, saat menilik Beby yang sedang dalam posisi tidak wajar menurutnya.

Belum sempat Beby ataupun Cindy menjawab, Ochi tiba-tiba berdiri dari kursinya dan. . .
"em-- barusan Beby kesandung Bu, kita baru mau bantuin! iya kan teman-teman?!" ucapnya dengan cepat berdiri di sebelah Beby dan membantunya, hingga membuat yang lainnya bengong, tak terkecuali Shania, Beby dan juga Cindy. "ayo, Beby.. gue bantu lu? duduk dulu sini!?" tawarnya Kemudian dengan menyeret halus Beby untuk duduk di tempat duduknya semula (duduk di sebelah Shania),

Beby dan juga Cindy tidak bisa menolak. Beby sudah duduk di tempat Ochi, dan Cindy duduk di dekat Vanka, lalu Ochi sendiri jadi duduk di seberang Beby dan Shania, dia menatap keduanya dalam tatapan ingatan di kejadian lampau.
"iiya Bu, barusan itu Beby kurang hati-hati, jadi aja kesandung... hehe" Gaby segera mengerti tindakan 'halus' Ochi dan mengikuti alur yang tengah dibuat temannya itu. yang lain ikut mengangguk untuk meyakinkan.

"kalian... kenal sama Beby juga Cindy?" heran Melody karena tahu mereka tidak satu kelas. yang lain bingung harus menjawab apa, Ochi yang maju untuk bicara,
"kita kenal sama Beby, Bu!" ucapnya, kembali membuat yang lain mengerung heran. "Beby itu... temannya Shania waktu di Jogja, makanya kita sekarang jadi kenal sama dia! iya kan Shania?!" Shania kaget; Beby sama; Cindy dan sisanya juga Melody tak kalah kaget dengan pernyataan Ochi yang diakhiri tanya.

Shania kemudian melihat Ochi dengan tatapan kesal karena dia sudah bicara seperti itu, dan membuat yang lain sekarang diam dalam tunggu untuk mendengar jawabannya.
"... Enggak! dia bukan teman saya!! apa yang Ochi bilang itu salah!!!" Singkatnya tanpa ada kalimat lanjutan, Shania langsung berdiri dari tempatnya duduk dan pergi begitu saja.

Ochi lebih dulu mengikuti Shania yang terlihat kesal atas tingkah yang sudah dia ambil; yang lain sempat mengucapkan permisi pada Melody, sebelum mengejar Shania dan Ochi; Melody dan Cindy memandang tanda tanya pada Beby; Beby diam dalam sedih, melihat dan mendengar ucapan yang terlontar dari bibir Shania.
"Beby... Beby..." Melody mencoba memanggil Beby yang sedang melamun, "Beby! kamu gak apa-apa?" dia menepuk lembut pundak Beby yang dari wajahnya terpancar kesedihan dalam balutan pucatnya warna air muka.

Beby tidak memberikan jawaban kata, tetapi dia mendesis pelan karena merasakan sakit di kepalanya, "hsss...."
"Beby, kamu kenapa?" giliran Cindy yang khawatir;
Wajah Melody berubah begitu panik ketika melihat apa yang Beby lakukan, "Cindy, bantu ibu bawa Beby ke UKS!" tanpa bertanya lagi Melody langsung mengambil langkah untuk membawa Beby.
"i...iya.. Bu!" jawab Cindy ikut panik.
". . . ga..gak perlu Bu! aku baik-baik aja kok!" Beby menahan tangan Melody yang akan membantunya berdiri. Melody berhenti dan kembali ingat akan ucapan Beby waktu dia mengantarkan Beby pulang,
"kamu... yakin? gak apa-apa!?" Beby mengangguk dan memperlihatkan senyum manis dalam tahanan kesakitan yang sengaja dia sembunyikan, karena Beby tidak mau kalau Cindy sampai tahu kondisi dia yang sebenarnya.
"... ya sudah.. sebaiknya kalian kembali ke kelas, kalau ada apa-apa cari saja Ibu,.. Ibu ada kelas di X-4 " ucap Melody, memberi isyarat secara tidak langsung. Beby tidak merespon; Cindy mengangguk.; Melody pun pergi meninggalkan Cindy dan Beby. Sebenarnya Melody ingin mengantarkan Beby langsung ke kelas nya, tapi jika dia melakukan itu.. Beby pasti tidak akan menyukai tindakannya.
"Kamu beneran gak apa-apa Beby?" Cindy masih mencoba memastikan.
Beby tersenyum, "gak apa-apa, Cind! aku baik-baik aja! Makasih ya!!"

"Shania tunggu!" Ochi yang mengejar Shania mencoba menghentikannya, "Shania? Shan... Shania.... tunggu dong!" tangan kanan Ochi akhirnya bisa mengunci pergelangan tangan kiri Shania, hingga membuatnya terhenti.

"ada apa lagi!?" ucap Shania kesal (sisa geng nya diam dalam jarak kurang lebih 30cm dari Ochi dan juga Shania)
"apanya yang 'ada apa lagi?'" Ochi malah balik bertanya,
"apa yang lu katakan tadi di depan mereka semua, apa maksud ucapan itu? dari mana lu tahu soal dia (Beby)!?"
"kenapa? gue gak ada maksud apapun! apa yang gue katakan tadi... itu Fakta kan!? kenapa lu harus ngelak?!" Ochi mulai menusuk, untuk mengetahui yang sebenarnya, "toh dia emang temen... oh bukan! dia itu... sahabat lu yang dari Jogja itu kan!?"
Shania kesal, "jangan pernah lu... sebut dia sahabat gue!", Ochi mengerung "DIA BUKAN TEMAN APALAGI SAHABAT GUE!! lagian... apa itu Sahabat? huh!" Ochi diam,
rasa kesal yang tidak mendapat tempat pelampiasan membuat Shania diambang kebimbangan.
"lu... sebaiknya jangan pernah ungkit tentang dia di depan gue! karena gue udah lama buang dia dari kehidupan gue!! ngerti lu!?" tutupnya dengan melepas paksa genggaman Ochi.

"Kenapa lu harus semarah itu, saat gue bilang kalau dia itu temen lu?" Shania diam, "gue gak tahu apa yang sudah terjadi diantara kalian, yang dulu sering gue denger lu nyebutin nama dia, sebagai orang yang begitu lu percaya! tapi apa yang gue lihat tadi dan kemarin... itu sama sekali bukan gambaran yang harusnya gue lihat dari setiap narasi yang lu ucapkan, tentang dia!! Iya kan!?" Jelas Ochi menjabarkan.

Shania tidak mau memperdulikan, dia bergegas untuk melangkahkan kakinya.

"gue cuma mau bantuin lu!" Shania berhenti menggerakan kakinya, "kalo dia.. emang bukan sahabat lu lagi! lantas, kenapa tatapan lu memperlihatkan rasa iba dalam kepura-puraan benci lu!?" Shania mengerung, menebak apa yang sebenarnya ingin Ochi sampaikan. "gue emang gak tahu, apa yang udah bikin lu se kesal itu sama dia, saat gue bicara seperti tadi! tapi gue tahu pasti. lu, udah terluka karena dia!!... dan, kemarahan yang selama ini tidak tahu harus lu apakan, sekarang ada dan bisa lu lampiaskan sama orang nya langsung . . . Karena dia yang udah bikin luka di hati lu!!" Shania hanya diam dan terdiam mendengar setiap ucapan Ochi.

... "apapun yang udah dia lakuin sama lu, lu gak seharusnya diemin dia kayak gitu! lu harus buat dia ngerasain rasa sakit yang udah lu terima dari dia!!" . . . "bebas lah Shania, katakan dan perlihatkan betapa luka yang pernah dia goreskan dalam diri lu, bisa lu bayar dengan luka yang sama, bahkan lebih!!",

Shania sempat merasakan kebimbangannya untuk tidak menjalin komunikasi atau kontak fisik dengan Beby yang hanya akan membuat dia teringat lagi pada apa yang pernah dia lihat, namun kini.. kebimbangan itu mulai roboh dan terkikis oleh ucapan Ochi yang secara tidak langsung nge-push dirinya untuk tidak diam dalam menghadapi hal yang membuatnya terluka.

Dia memang benci dengan Beby (atau mungkin dengan kehidupan yang sedang dia jalani akhir-akhir ini) dan selama ini dia mencoba menghilangkan Beby dalam ingatannya, usahanya memang sulit untuk berhasil, namun... saat usaha itu akan membuahkan hasil, tiba-tiba saja bayangan yang selalu memburunya dalam luka dan dia tinggalkan di belakang, datang lagi dihadapannya dengan cara dia memberikan pengobatan pada orang lain yang sedang dilukai (menolong Cindy).

"gue tahu.. selama beberapa bulan kita sama-sama berjalan di lorong sekolah ini, kita asik-asik kan bareng, menertawakan murid lain. lu gak pernah nganggap kita sahabat, tapi cuma teman, yang hanya bisa tahu soal satu sisi kehidupan di dalam diri lu, gak semua bisa kita tahu, dan juga sebaliknya!" Ochi berhenti sejenak, "lu gak perlu cerita apa yang sudah terjadi diantara lu dan juga Beby sama gue, Gaby atau yang lainnya! karena kita cuma teman kan? teman yang hanya tahu bagaimana tertawa, yang hanya tahu bagaimana menciptakan kesenangan. Tidak perlu membagi beban karena itu hanya akan jadi pelemah! . . . tapi lu harus tahu Shan, meskipun kita cuman teman, gue tetap bisa ngerasain rasa sakit yang lu derita, gak cuma kesenangan lu aja!!" Ucapnya dengan mengulaskan senyum, lalu Ochi pergi menghampiri Gaby dan yang lainnya, meninggalkan Shania yang masih berdiri di posisinya.

Selama di kelas setelah jam istirahat, tidak ada yang saling berbincang. Shania, Ochi dan juga Gaby diam, padahal guru untuk mata pelajaran selanjutnya tidak hadir karena berhalangan. Shania melamunkan apa yang Ochi katakan
'gue gak tahu apa yang sudah terjadi diantara kalian, yang dulu sering gue denger lu nyebutin nama dia, sebagai orang yang begitu lu percaya! tapi apa yang gue lihat tadi dan kemarin... itu sama sekali bukan gambaran yang harusnya gue lihat dari setiap narasi yang lu ucapkan, tentang dia!!'. . .
'kemarahan yang selama ini tidak tahu harus lu apakan, sekarang ada dan bisa lu lampiaskan sama orang nya langsung bukan? . . . dia yang udah bikin luka di hati lu!'

'benarkah... dia yang sudah membuat hati gue luka? benarkah... dia yang udah bikin gue marah sampai mencari pelampiasan pada yang lain!?' bisik hati Shania yang bimbang.

Gaby memperhatikan Shania, lalu dia beralih ke Ochi dan mencoba menanyakan apa yang sedang terjadi sebenarnya; Ochi hanya menggelengkan kepalanya tanpa bersuara pada Gaby yang penasaran.

'kenapa gue jadi lembek gini!? kenapa gue harus terenyuh sakit saat melihat dia di kerjai Gaby sama yang lainnya!? bukankah... gue harusnya senang?'
'apa yang Ochi katakan itu benar, gue harusnya menunjukan sama dia tentang gimana lukanya hati gue di khianati sahabat gue sendiri!'
'tapi... ahhhhh, kenapa gue serasa tidak punya sedikit pun kekuatan untuk mengerjai dia seperti yang suka gue lakuin pada murid lain?!' 'bangunlah Shania! apa yang Ochi bilang itu benar, lu harus tunjukin semuanya!!'


Beby menunggu Shania keluar dari kelasnya di depan parkiran mobil, dengan sebelumnya dapat bujukan dari Cindy untuk diantarkan pulang; Shania baru keluar dari kelas bersama Ochi dan Gaby.
"eh, entar malam pada jadi kan? party di tempatnya Brama?!" Gaby membuka obrolan karena Ochi dan Shania dari tadi di dalam kelas sampai mulai keluar kelas mau pada pulang, saling diam.
"gue sih jadi, ikut gabung! kalo lu Shan?" jawab Ochi dengan mengalihkan pandangan pada Shania.
"emm-- ya jadilah! gue gak mungkin lewatin party entar malam! udah pesen dress juga kali!!" jawabnya, Ochi dan Gaby menyambut senang.
"nahhh.. gitu dong pada senyum lagi, pada ngeluarin suara lagi, jangan kayak tadi di kelas! pada diem-dieman kayak musuhan!!" celoteh Gaby meledek Ochi dan Shania.
"yee.. siapa juga yang diem-dieman? kita kan tadi cuma ngerjain lu, iya kan Chi?!" ujar Shania,;
Ochi cukup terkejut mendengar pernyataan Shania, tapi dia yakin kalau apa yang baru saja diucapkan Shania adalah bentuk tindakan yang dia ambil dari pembicaraan nya tadi bersama Shania. Ochi melukiskan senyum lalu meng amini ucapan Shania untuk Gaby, dengan diikuti sedikit kalimat.. "he'ehm! lagiann.. ngerjain lu ternyata asik juga ye! hahahaaa"
Gaby menekuk muka; Shania dan Ochi menertawakan bareng.
"terus aja ampe puassss.. (pada Ochi dan Shania), apa lu? lihat-lihat? ada yang lucu? hah! (pada beberapa murid yang tidak sengaja sedang melihatnya)" sewot Gaby.
"deuhh.. biasa aja kali! sewot amat lu!!" ledek Ochi
"kalian tuh yang pada gak biasa! asemm, gue pikir dari tadi pada dieman itu beneran lagi marahan (ingat scene pas Ochi bicara dengan Shania, saat istirahat), ehh.. tau nya mainin gue!!" protes Gaby,
"hahahaaaa...." Shania dan Ochi kembali tertawa bareng melihat muka Gaby.

Sampai di tempat parkir mobil, Shania yang akan lebih dulu masuk kedalam kendaraanya yang terparkir lebih dekat dibanding jemputan Ochi dan Gaby, dapat hadangan dari Beby yang sudah menunggunya sedari tadi.
"emm.. dia lagi!" Gaby yang lebih dulu bicara.
Beby tidak menghiraukan karena tujuannya Shania; Ochi melihat Beby tajam, lalu beralih ke Shania; Shania melihat dengan dingin dan bencinya, apalagi setelah istirahat tadi bicara dengan Ochi, dia jadi benar-benar tahu apa yang harus dia lakukan saat berhadapan dengan Beby. Tidak mau seperti pertemuan sebelumnya yang hanya memberikan tatapan benci tapi dalam hati masih gusar.
"eh! lu mau ngapain lagi? huh?!" Gaby yang terus maju bicara,
"aku mau bicara sama Shania!" jawab Beby tanpa mengalihkan matanya dari Shania "bisa kan,... Shania?" lanjutnya.
"lu siapa emangnya, hah? mau ngomong sama Shania? dia aja tadi bilang lu bukan temannya kan?!" kembali Gaby yang menanggapi.
"bisa tolong untuk gak bicara!? aku mau bicara sama Shania!" Beby sedikit kesal pada Gaby. Gaby jadi kesal.. "eh, lu,-"
"gue gak mau bicara sama lu!" Shania memotong ucapan kesal Gaby, dan Gaby tidak marah tapi senang mendengar apa yang keluar dari mulut Shania. "gak ada gunanya juga kan bicara sama lu!?" lanjut ucapannya,; Ochi mengulaskan senyum tipis di sudut bibirnya, melihat aksi dari ucapan Shania,; Beby memang kaget mendengar apa yang diucapkan Shania, tapi dia coba meredam.
"kenapa semua jadi seperti ini..?" ucap Beby, "apa sekarang... semua se menjijikan itu buat kamu, berhadapan sama aku dan bahkan untuk bicara sama aku!?"
"ini bukan lagi hal yang menjijikan! tapi lebih dari itu!! gue udah gak mau lagi ada hubungan apapun sama seorang penghianat kayak lu!!!"
"peng..hianat" kerung Beby,
"kenapa? gak usah sok kaget deh! gue udah tahu gimana hebatnya akting lu!!" Shania meluapkan apa yang dia pendam.
"akting.. maksud kamu apa? aku gak ngerti!?" Beby sangat merasa bingung, dengan ucapan Shania.
"lu gak perlu ngertiin apapun lagi! semua udah selesai, dan lu... udah gak perlu lagi nyapa gue, ngomong sama gue, ngeliat gue, lu... cukup nikmatin apa yang udah lu dapet!! . . . dan sebaiknya... lu balik gih ke Jogja, karena disana ada yang lebih butuh sama lu, ketimbang lu disini cuman jadi pembuat runyam hidup orang lain!! am i right?!" Beby semakin tidak mengerti arah dari pembicaraan Shania; Ochi dan Gaby hanya menjadi penonton.
"what's right? aku gak ngerti apa yang kamu bicarakan!... aku mau bicara sama kamu itu, tentang sikap kamu yang berubah begitu dingin dan membenci aku begitu dalam!! apa yang sudah aku lakukan? sampai kamu bisa seperti ini sama aku!?" Beby merasa bingung, sangat bingung. Dia tidak memperdulikan adanya Ochi dan Gaby disebelah Shania.

"seperti apa? hah! seperti apa gue sama lu? sikap gue sama lu itu udah bener! gue udah gak perlu kenal lagi sama penghianat kayak lu! yang di depan begitu fasih mendukung, tapi gak tahunya... dibelakang, begitu hening lalu menusuk!!" Beby membuat kerungan di keningnya begitu dalam, karena benar-benar tidak mengerti dengan apa yang diucapkan Shania.
"Chi, Gab.. kita cabut! gak perlu lama-lama tatap muka sama orang kayak dia!!" Ochi dan Gaby mengikuti ucapan Shania, mereka bertiga melangkah, mulai meninggalkan Beby.

"aku emang gak ngerti apa yang kamu ucapkan! penghianat... nusuk kamu dari belakang... akting. tapi satu yang aku ngerti. . . ini bukan kamu! Shania yang aku kenal, tidak pernah berkata sekasar itu!!" posisi sudah saling membelakangi karena Shania dan lainnnya akan mulai bergerak meninggalkan posisi berhadapan dengan Beby.
"entah sisi kamu yang mana, yang sedang bicara, karena yang pasti... kamu gak pakai hati kamu saat mengeluarkan ucapan kamu itu!!" Shania yang semula diam mendengar ucapan Beby, pada akhirnya tidak menggubris, dan hanya dia anggap angin lalu, hingga kemudian dia melanjutkan jalan kakinya untuk masuk ke mobil, dan mobil pun meluncur... yang tersisa hanya Beby dan pikirannya yang mengawang menerka ucapan Shania. 'penghianat? menusuknya dari belakang? di Jogja ada yang lebih butuh aku?!. . . apa maksud semua ucapannya!?'
"tssshh... ahhhh!" Beby merasakan pusing menyerang kepalanya yang sedang dia pakai untuk berpikir.
'aku harus cari tahu.. apa yang sebenarnya Shania ucapkan? dia jelas begitu membenciku karena suatu alasan... alasan yang tidak aku mengerti!' dengan memegang kepalanya yang terasa sakit, Beby mencoba mengingat hal terakhir yang dia dan Shania lakukan waktu masih biasa komunikasi. tapi... pikirannya tidak menemukan titik apapun, karena Beby rasa dia memang tidak melakukan hal yang janggal. berpikir dan terus berpikir, hingga sakit di kepala yang terus menusuk membuat hidungnya mengeluarkan darah segar (mimisan), dengan menggunakan tangan kanannya Beby mencoba mengusap cairan basah berwarna merah yang dia rasakan keluar dari kedua lubang hidungnya.
"daa..rah..." bisiknya melihat telapak tangannya yang sudah merah.
'secepatnya... aku harus tahu alasan itu secepatnya, sebelum waktu ku benar-benar habis!' Batinnya sambil terus memikirkan kemarahan shania.


----
Ada yang tidak biasa di rumah huni keluarga Shania malam ini, Ve. dia.. yang biasanya pulang ke rumah begitu larut bahkan nyaris pagi buta, kini sudah terlihat duduk menyandarkan tubuhnya di sofa ruang keluarga, sambil memejamkan mata dan kepalan tangan yang erat menahan amarah. Memikirkan lagi apa yang tadi dia alami, apa yang tadi dia lihat saat sedang makan malam bersama teman-temannya. Sesuatu yang membuat pikirannya langsung membuat amarah dalam kebencian yang diselimuti rasa percaya-tidak percaya memenuhi ruang dalam kepalanya.

Saat kedua matanya menyaksikan secara langsung, 2 orang yang tidak ada kaitan dalam suatu hubungan 'baik' sedang melakukan adegan persis seperti remaja-remaja yang baru merasakan Cinta. Dari setiap gerakan yang kedua orang itu perlihatkan, Ve terus mengikuti dengan matanya, hingga tiba mereka beranjak dari restoran itu. Dan Ve... coba ikuti arah dari keduanya yang dimana salah satunya adalah orang yang sangat dia hormati dan sayangi.
Betapa terkejutnya Ve saat mobil yang diikutinya dari restoran bonafit itu berbelok ke sebuah apartemen mewah, tidak mau tanggung akan apa yang dia lihat, Ve terus mengikuti diam-diam, ikut- terus mengikuti hingga akhirnya tahu hunian apartemen yang dimasuki Mama dan Pria yang entah siapa tapi terlihat dekat, terlalu dekat untuk ukuran rekan kerja. Sampai di depan pintu kamar yang bernomorkan 408, Ve berhenti karena tidak tahu lagi harus melakukan apa... hanya diam mematung dengan pikiran sudah ngelantur kesana-kemari mencoba membuat gambaran yang paling kasar dari apa yang dia ikuti.

Cukup lama berdiri diam di seberang pintu apartemen, Ve lalu berinisiatif untuk menghubugi Mama nya, sekedar untuk tahu apa yang akan di katakan beliau. telpon pertama tidak di respon, telpon kedua masih di abaikan, telpon ketiga belum juga ada yang menanggapi hingga di percobaan keempat... telponnya dijawab juga oleh sang Bunda.
"kenapa sayang? ada apa telpon Mama malam-malam begini, hem!?" Suaranya terdengar lembut, seperti yang sering Ve dengar.
"emm.. Ve,- Mama dimana Mah?" jawabnya to the point,
"Mama... Mama ya... Mama masih di Surabaya sayang, ini juga baru mau pulang ke hotel, soalnya meeting nya baru selesai!" Ve diam mengerung atas jawaban yang Mama berikan. 'Kenapa Mama harus berbohong?' Batinnya.
"terus? kapan pulangnya Mah?" Ve mencoba tenang dalam suaranya,
"besok juga Mama.. (tiba-tiba suara Mama terhalang oleh suara seorang pria yang memanggilnya begitu mesra).."
Ve mulai tidak bisa menahan emosinya, "siapa itu Mah? kenapa manggilnya pake sayang.. sayang!?"
"ah! bukan itu.. em... itu suara televisi di dalam mobil sayang! Mama kan lagi dalam perjalanan, sudah dulu ya, Mama capek banget.. bye sayang!" Mama langsung memutus sambungan telpon dengan Ve.

Kecurigaan Ve semakin menjadi, dengan tanpa menghiraukan apapun lagi, dia maju kedepan dan sudah berhadapan dengan pintu kamar apartemen. tangan kanannya dia angkat untuk memencet bell, rasa takut akan apa yang dia lihat didalam, dia tekan agar keberanian untuk mengetahui apa yang terjadi bisa dia dapat.
Raihan tangan kanannya yang sudah diatas bell pun akhirnya dia tekankan dan... Ve berdiri tegap mempersiapkan diri pada apa yang akan dia lihat. selang beberapa menit, pintu terlihat sedikit membuka hingga benar-benar terbuka dan... Ve kaget melihat yang membukakan pintu
"kamu siapa? ada apa? apa yang sedang kamu lakukan di depan apartemen saya?" Ve tidak menjawab pertanyaan pria yang membukakannya pintu, dia hanya memperhatikan pria tersebut, yang sedang dalam balutan baju tidur yang dia kenakan.
"hey! are you oke, girls?!" Kembali pria yang sepertinya memiliki usia hampir sama dengan Papanya itu bicara,
"sayang... siapa itu? kenapa malam-malam ada di!-,"
"Ma...ma..." kekagetan Ve bertambah, begitupun dengan rasa marah yang sedari tadi coba dia kendalikan; Mama tak kalah terkejut melihat gadis yang berdiri di depan pria yang dia panggil sayang, yang entah siapanya, tapi yang pasati bukan Papa nya Ve!

"...Vv-ee... apa yang sedang kamu lakukan disini sayang?!" tanya Mama terbata,
"kamu.. kenal sama anak ini sayang?" si pria yang tidak tahu apa-apa, membuat pertanyaan pada Mama nya Ve yang dia panggil sayang.
pertanyaan dari pria asing yang berdiri dihadapannya untuk sang Mama yang berdiri dibelakangnya dengan menggunakan dialek sayang, membuat Ve semakin marah.
"perempuan yang anda panggil sayang itu... dia adalah Mama saya!!" suara Ve pecah dengan nada marah,
"apa yang sedang Ve lakuin disini? Ve sedang Meeting soal kerjaan di SURABAYA!" pandangannya beralih ke Mama dengan tatapan kebencian yang mendalam dan ucapan yang meledek. "... Ve baru tahu... kalo perjalanan pulang Surabaya-Jakarta itu, secepat ini Mah!dan.. Ve juga baru tahu, kalau Mama lupa dimana rumah Mama! Hingga Mama ada disini!!" kesalnya, lalu Ve berjalan dari tempatnya tadi terpaku dengan tatapan benci sekaligus jijik pada apa yang sudah dia lihat.
Mama menerobos keluar apartemen untuk mengejar putri sulungnya, "Ve tunggu sayang, Mama bisa jelaskan semuanya!" Ve terus berjalan cepat tanpa menghiraukan Mama nya, "Ve... Veranda, berhenti!! dengarkan apa yang mau Mama katakan!!!" lanjutnya, tanpa hasil apapun, karena Ve terus berjalan hingga dia masuk kedalam lift...
"Ve, Mama bisa jelaskan semuanya.. dengarkan dulu Mama sayang! Mama mohon!!! Mama punya penjelasan untuk apa yang kamu lihat."

"tidak perlu lagi merangkai kebohongan untuk menutupi kebohongan yang sudah terbongkar! Mama gak perlu jelasin apapun sama Ve, tapi Mama perlu dan harus jelaskan itu sama Papa!!" Ve memijit tombol 'down' di lift
"Mama tidak akan membohongi kamu! percaya sama Mama sayang?" Pinta Mama, mencoba meyakinkan.
"percaya sama apa yang sudah terlihat busuk, hanya akan membuat Ve terlihat sama busuknya!! Ve udah gak mau lagi dengar apa yang akan Mama katakan, simpan saja apa yang Mama mau simpan, anggap aja Ve gak pernah ketemu Mama di malam ini!!" lift pun tertutup dengan tangisan Mama, diluar lift.dan butiran air mata yang Ve tahan, yang akhirnya mengalir menuruni pipinya.

Di gelapnya ruangan keluarga yang sempat memunculkan kehangatan di dulu kala. Ve masih menggambarkan apa yang dia lihat, menjabarkan apa yang dia dan Mama saling ucapkan, merangkaikan setiap potongan gambar yang membuat pikirannya memanas.
'apa yang sedang mama lakukan?' Ve menyeka air matanya,
'kenapa Mah? apa Ini cara mama untuk membahagiakan aku sama Shania!?'
'inikah, yang selama ini Mama lakukan? Kenapa Mah? Ada apa sama Mama? Ada apa ini....???'
"AAaaaaaa---" Ve menjerit, mengeluarkan rasa sesak didadanya ketika mengingat apa yang sudah ia lihat.

Sosok yang sangat dia banggakan, sosok yang selalu menjadi panutannya, sosok yang begitu hangat dan penuh dengan kasih sayang, sampai dirinya begitu mengidolakan sosok wanita lembut yang seperti malaikat untuknya itu. Namun, meskipun begitu, Ve tidak bisa pungkiri kalau memang beberapa bulan kebelakang (hampir satu tahun sebenarnya) ini, sosok itu begitu jauh dari apa yang selama ini ia gambarkan, Malaikat itu kini berubah wujud, dan perubahannya turut membuat ia pun berubah.

Selama ini, Ve mengisi rasa sepinya dengan menghabiskan waktu bersama teman-temannya, untuk menghindari memikirkan orangtuanya yang begitu hektik pada pekerjaannya dan menomor sekiankan dirinya dan juga shania. Ia tidak memperdulikan keadaan rumah lagi, tidak mama, tidak papa atau bahkan Shania. Tidak ada lagi yang ia perdulikan kecuali dirinya sendiri, sibuk menjejali pikirannya karena takut akan kesepian tanpa sandaran. Dan untuk kedepannya, entah apa yang akan terjadi setelah apa yang dia lihat antara mama dan entahlah siapa pria yang tadi bersama Mamanya.

Keadaan Ve cukup memprihatinkan, tidak jauh dari apa yang Shania lakukan, keduanya sering menyambangi diskotik, menenggelamkan rasa sepi dengan dentuman musik, mencari kehangatan dari seteguk minuman berbau pekat, dan mencari keramaian lainnya demi untuk mengusir rasa sepi dan sendirinya. Banyaknya rupiah yang dijaminkan Papa dan Mama, tidak membuat kedua adik-kakak itu menjalani kehidupannya dengan ulasan senyum bahagia. Mungkin.. kalau mereka bisa memilih, tentu bukan kehidupan seperti ini yang mereka inginkan.

Suara deru knalpot mobil yang berhenti di depan rumah mewah itu, tidak sama sekali terdengar oleh Ve. Shania terlihat keluar dari pintu depan mobil sedan modifan berknalpot bising milik Ochi, dengan pakaian yang sudah berbau asap rokok. Dia melambaikan tangan kanannya pada Ochi dan Gaby yang ada di dalam mobil, dengan mengucapkan kalimat yang jika ada orang berdiri di hadapannya pasti akan sangat tercium pekatnya bau alkohol.

Shania masuk kedalam rumahnya, berjalan sedikit sempoyongan, dan mulutnya menggumam menyanyikan lagu. Hingga tiba di depan tangga yang dekat dengan ruang keluarga, langkah Shania terhenti karena sayup-sayup mendengar ada yang menyebutkan namanya.
"Shania!" Shania mengerutkan keningnya, menyipitkan bola matanya untuk melihat siapa yang bersuara.
"Apa yang kamu lakukan!?" Lanjutnya dengan kini menyalakan lampu di ruang keluarga.
"...Kaak... Ve..." Shania bisa melihat siapa yang tadi memanggilnya.
"Darimana kamu?" Ve berjalan mendekati Shania.
"Hehe.. Kaaak Vee.. Shania gak salah lihat nih!?" Ucapnya dengan nada sempoyongan persis seperti cara jalannya.
"Apa-apaan kamu? Hah!" Dengan mencium bau alkohol dari mulut adiknya itu Ve bicara dengan menahan kesal. "Kamu tahu ini jam berapa? Apa yang sudah kamu lakukan!?". . . "Kamu mabuk? Apa kamu sudah gila? Pulang pagi buta gini, badan bau asap rokok dan mulut kamu.."

"Lu tenang aja Kak... gue itu gak mabuk! Cuma sedikit keceplosan minum melebihi dosis.. haha..ha!!" Ve mengerung sambil menahan marah.
"Lu.. ngapain dirumah jam segini? Gak salah!" Tanya Shania dengan tidak terkontrolnya cara dia berucap pada Kakaknya.
"Shania!" Tanpa sadar Ve membentak
"Kenapa mesti teriak-teriak! Gue masih bisa denger kali!! Gue itu gak budek!!!" Ucapan Shania membuat Ve yang sedang dalam kabut kekalutan atas apa yang tadi dia lihat, membuatnya marah.
"Apa kamu sadar? Apa yang sudah kamu lakukan!? Kenapa kamu seperti ini!" Bentaknya,
"Ehmm.. ya... guue sadar dengan apa yang gue lakuin. Menikmati hidup tanpa ada larangan dari siapapun.. termasuk lu!" Jawabnya, "awas ahh.. gue mau tidur! Kepala gue sakit!!" Tanpa menghiraukan Ve, Shania mulai kembali menaiki anak tangga untuk masuk ke kamarnya.

Inginnya Ve menahan, tapi dia tidak mempunyai daya atas apa yang dia lihat pada adiknya. Karena kesibukan yang dia buat sendiri hingga tidak lagi memperdulikan Shania si adik kesayangannya yang baik dan penurut, dia jadi tidak tahu kehidupan seperti apa yang sedang dijalani Shania kini. Apa yang dia lihat malam ini membuat hatinya menangis begitu sedih, Mama yang selingkuh dari Papa nya, adiknya yang ternyata suka pulang larut malam hingga dalam keadaan mabuk padahal dia masih berseragam putih-abu. Ve hanya bisa menjatuhkan tubuhnya, terduduk diatas anak tangga dengan air mata yang kembali meleleh.


Sumber : Cemistri Jkt48 | Facebook

Download AKB48 - Kami Kyoku Tachi (2nd Album)

Download AKB48 - Kami Kyoku Tachi (2nd Album)


Tracklist:
01. RIVER
02. Baby! Baby! Baby! Baby!
03. 大声ダイヤモンド (Oogoe Diamond)
04. 君のことが好きだから (Kimi no Koto suki dakara)
05. 初日 (Shonichi)
06. 10年桜 (10nen zakura)
07. 飛べないアゲハチョウ (Tobenai Agehachou)
08. 涙サプライズ! (Namida Surprise!)
09. Choose me!
10. 遠距離ポスター (Enkyori Poster)
11. 言い訳Maybe (Iiwake Maybe)
12. ひこうき雲 (Hikoukigumo)
13. マジスカロックンロール (Majisuka Rock ‘n Roll)
14. 桜の栞 (Sakura no shiori)
15. 自分らしさ (Jibun rashisa)
16. 君と虹と太陽と (Kimi to niji to taiyou to)


Just Wait 5 sec, klik skip add

If you like the single song, buy a cassette / CD or a personal dial tone (NSP / RBT / ringtones) was to support the artist / singer / band in question to continue working

Thanks For You Suport Download AKB48 - Kami Kyoku Tachi (2nd Album)

Chrome Pointer