CERBUNG PELANGI DALAM SAKURA *10th Chapter*

...PELANGI DALAM SAKURA...
*10th Chapter*

"Ci...ndy…. Guu..la! Hah~ hahahaaa~ itu nama?! Cindy Gulla?~ hahahaa ibu lu ngidam gula apa pas lu masih di dalam perutnya? Gula merah? Gula putih?" ledek Ochi, 
"gula asam, Chi! Wajahnya sih emang manis kaya gula, tapi tingkahnya kayak asam, asam banget tuh!!" sahut Gaby, dengan nada kesal. Ia dan Ochi lalu tertawa meledek Cindy.

"aduh, Chi, Gab! Kalian berdua itu.. gak tahu? Apa lupa sih? sama si Cindy gulla? dia ini tuh, satu angkatan ama kita..." Shania mendekat "ta..pi beda LE..VEL! dia itu.. gak punya teman di sekolah ini!” Shania mulai memperlihatkan sisi bullyer nya.
“Lagian, siapa juga yang mau temenan sama orang cupuuu (memainkan rambut Cindy yang di kepang dua), gak tahu dunia luar selain buku, dan yang suka SOK cari perhatian dari guru, dengan tingkah sok imut dan baik!!" dari memainkan rambut, Shania turun memegang kerah seragam Cindy, dan detik berikutnya setelah dia selesai dengan ucapannya, lalu ia dorong Cindy sampai Cindy jadi terduduk di lantai.
"nahhh,, itu tuh.. dibawah sana tempat yang paling cocok buat lu!!" lanjutnya berkata.

Gaby dan Ochi tertawa puas melihat adegan itu, mereka bertiga menertawakan Cindy begitu puas, sampai akhirnya… tanpa di duga, ada seorang murid yang menghampiri Cindy, dia berjongkok, saat Shania, Ochi dan Gaby masih asik menertawakan

"kamu gak apa-apa? Ayo, aku bantu kamu untuk bangun.." kata si murid yang tingginya sama rata dengan Shania dan yang lainnya, sambil menawarkan bantuan.

Shania, Gaby dan Ochi berhenti tertawa dan mengerung melihat murid yang membantu Cindy

"Waaa, siapa nih? (Ochi melihat kearah murid).. lihat deh, ada yang mau sok jadi Hero ceritanya…!" Ochi bicara dengan matanya masih dia lekatkan pada si murid penolong,
"heh, lu siapa? Berani banget sok ikut campur urusan kita, jangan jadi sok pahlawan deh!!" lanjut Ochi mengomel.

Saat Cindy dan murid yang menolongnya sudah berdiri, Shania terlihat membelalakan matanya, ketika melihat dengan jelas wajah dari murid yang membantu Cindy.
"kalian gak seharus,-" murid yang membantu Cindy berhenti bicara, "Shaania.." lalu ucapannya ia ganti dengan memanggil nama Shania,; Gaby dan Ochi seketika melihat kearah Shania yang sedang menatap lekat murid yang membantu Cindy.
"lu kenal sama murid itu, Shan?" tanya Ochi,
"Shania... kamu...,-" murid yang menolong cindy memancarkan wajah dengan ekspresi campur (senang tapi heran, sedih tapi ada kecewa, marah tapi tidak bisa.)

"ayo pergi, gak usah lama-lama diam disini! Apalagi, buat liatin orang-orang yang tidak seharusnya kita lihat!!" Shania memotong ucapan si murid baru dengan mengajak Ochi dan Gaby pergi,
"tapi, Shan.. ini tuh kebetulan, dialah murid baru yang akan kita datangi untuk kita kerjai!" kata Gaby mencoba menghentikan, Shania mengerung tanpa terlihat oleh Ochi dan Gaby.
“tahu darimana lu, Gab?” Tanya Ochi,
“tugas gue kan mencari dan menyebarkan informasi, jadi pasti gue tahu.. mana wajah yang sering keliaran disekolah kita, sama mana yang Baa..ru!!” jawab Gaby begitu jelas.
"alahhh! .. udah lah, gue udah gak mood!! kalau kalian mau... kalian aja yang kerjain!!!" ujar Shania, kemudian berjalan meninggalkan mereka, dengan hanya meninggalkan tatapan benci.; Gaby dan Ochi tidak punya pilihan lain selain mengikuti dirinya.

"makasih ya!" suara dari Cindy membuyarkan lamunan si anak baru, yang masih melihat kepergian Shania.
"hah? Oh, iya.. sama-sama,. . . kamu, gak apa-apa kan?" jawabnya diakhiri Tanya, Cindy menggelengkan kepalanya untuk menjawab, "emm~ baguslah,  "

diam sejenak, lalu. . . "eh ya, nama aku Beby, nama kamu siapa?" Beby mengulurkan tangannya
"aku Cindy, Cindy Gulla!" jawabnya sambil menyambut uluran tangan Beby.
"namanya lucu, sama kayak orang nya!" puji Beby membuat Cindy tersipu.

Dengan masih memikirkan Shania yang tadi dia temui, Beby berbincang dengan Cindy sampai Beby menjadi pendengar atas dongengnya Cindy tentang sekolah barunya itu.

Bell pulang sekolah berbunyi, Cindy dan Beby terlihat keluar dari kelas berbarengan. Mereka berdua memang satu kelas, tapi karena sikap Cindy yang terlihat tertutup, membuat Beby enggan untuk berkenalan dengannya, apalagi dia adalah murid pindahan, yang baru menggauli sekolah barunya hanya dalam waktu hitungan hari.

"ternyata… kamu anak nya menyenangkan ya? Tadinya aku pikir kamu itu introvert, gak mau kumpul sama teman-teman sekelas lainnya, hanya sibuk dengan buku dan diri kamu sendiri!" ungkap Beby, dalam perjalanan keluar dari kelas bersama Cindy.
"mm~ aku... aku, bukannya introvert, tapi aku… aku bukan anak yang pandai dalam menjalin pertemanan, aku itu malu, malu karena takut tidak diterima oleh mereka…” Beby menjadi pendengar, “…Meski dalam hati selalu menggebu berteriak 'hei, aku ada disini!' 'aku mau berteman dengan kalian!' tapi itu cuma teriakan dalam hati, tidak pernah tersampaikan!" dengan di akhiri senyum manis Cindy menjelaskan,

Mendengar cerita Cindy, mengingatkannya pada sosok dirinya dulu,
"emm, kamu tahu Cindy? (Cindy melihat Beby), Dulunya… Aku juga sama loh kayak kamu. Pemalu, bukan orang yang pandai bergaul dalam sosial, setiap aku coba mendekatkan diri sama mereka, aku selalu ciut. Ketika mataku melihat tatapan mereka, yang seolah tidak akan pernah mau menerima aku dalam keakraban mereka! Tapi..." Beby berhenti sejenak dan menerawang,"akhirnya aku punya satu teman, dan.. dia mengajarkan aku banyak hal, termasuk untuk berkenalan dengan orang baru.”
Cindy terlihat antusias mendengarkan cerita Beby, “…dia bilang, 'kalau kamu mau punya teman, kamu harus mengulurkan tangan kamu, jangan kamu pakai mata telanjang kamu untuk menebak kalau mereka tidak suka sama kamu!', lalu… dia juga bilang 'kamu mau tahu? Rahasianya biar bisa punya banyak teman? Senyum, senyuman kamu lah yang akan membuat kamu di sukai banyak orang!'" Beby tersenyum mengenang temannya yang tak lain adalah Shania.
"Wahhh, Beby beruntung ya.. punya teman seperti dia! Eh ya, terus teman kamunya dimana? kayaknya Cindy harus deh mengulurkan tangan Cindy sama dia, biar Cindy juga bisa berteman sama dia! Bolehkan? kapan-kapan Beby kenalin temannya sama Cindy? Jadi Cindy bisa tambah teman!"
Beby mengangguk pasti-tak pasti, dengan suara pelan mengiringi anggukannya "emh", lalu menerawang, memikirkan sosok Shania, 'dia ada di dekat aku, tapi.. kenapa rasanya aku tidak mengenal dia yang Sekarang! tatapan apa itu? Kenapa dia terlihat begitu dingin!... apa yang sedang terjadi sama kamu Shania?' Beby melepaskan rasa penasarannya lewat desahan nafas pendek.; Cindy hanya melihat sekilas pada Beby, saat dia menarik nafas pendek.

"Beby.."
"ya?"
"emm~ kapan-kapan, main yah ke rumah Cindy!?"
Beby tersenyum dan mengangguk menjawab pertanyaan Cindy, yang sudah duduk manis di mobil jemputannya.

Beby masuk di Sekolah swasta, hasil rekomendasi dari tantenya (Kakak Mama Beby), yang dimana sepupunya menjadi salah satu pengajar, dan ternyata, Shania juga sekolah di tempat itu. Mungkin inilah yang namanya jodoh, jodoh tidak harus antara laki-laki dan perempuan, tidak harus menyangkut soal pasangan hidup. Jodoh itu… luas, untuk pekerjaan, rezeki, dan bahkan sahabat.

Setelah melihat mobil Cindy yang mulai berlalu dengan dia berikan lambaian selamat jalan, tidak sengaja, Beby melihat Shania yang akan masuk ke dalam mobilnya dan sepertinya Shania pun melihat keberadaan Beby. Saling bertukar tatapan dalam hitungan detik, yang dimana Shania melihat Beby dengan sikap dingin dan tatapan tajam kebencian, lalu dia masuk ke mobil tanpa meninggalkan apapun, kecuali tusukan untuk perasaan Beby yang melihat sorot mata Shania.
'Kenapa? Kenapa Shania begitu membenciku dalam tatapannya!?'. . . Beby masih terpaku di tempatnya dengan matanya masih dia lihatkan pada mobil Shania,
'apa yang sudah aku lakukan? Apa yang sudah aku perbuat?, hingga 2 kali bertatap muka, tatapannya begitu tajam dan dingin!'. . . Beby tidak menghiraukan rasa sakit dikepalanya yang tiba-tiba menusuk di bagian belakang,
'jangankan untuk memelukku dalam sambutannya ketika kita pertama bertemu, untuk sedikit menggoreskan senyum saja... dia tidak melakukan itu?!' Beby mengingat awal pertemuannya dengan Shania saat istirahat, 'Kenapa pertemuan kita seperti ini!?' Beby memejamkan matanya karena tusukan dibelakang kepalanya mulai terasa mengusik tubuh bagian lainnya.


'Kenapa dia ada disini? Seragam itu... apa yang sedang dia lakukan disini!?' Shania menopang dagu dengan lamunan, di seat belakang mobilnya.
'mau apa dia disini? Mau apa dia di sekolah itu? Apa jangan-jangan, dia mau pamer sama gue tentang dia sama....' Shania merasa geram kala membuat alur itu dalam pikirannya.

Shania masih ingat betul atas apa yang dia lihat kala dia main ke Jogja diam-diam tanpa ada pemberitahuan pada Beby seperti kunjungan-kunjungan sebelumnya. Apa yang dia lihat kala itu, membuat hatinya seketika dingin untuk Beby yang biasanya bisa menjadi penghangat.

Awalnya, ingin membagi kesah yang dia alami dirumah, yang untuknya sudah bukan rumah yang isinya 'Papa, Mama, Kakak, ataupun Adik', tapi lebih seperti hotel yang hanya disinggahi oleh tourist. Untuk sekedar mendapat pelukan penenang dari sahabat dekatnya, dalam kekacauan hidup yang dia rasakan, untuk mendengarkan semangat hangat sahabat yang bisa membuat dia kembali bangkit dari ketertatihan cara jalannya dalam menempuh alur hidup. Tapi.. belum sempat say hai, Shania malah di suguhi pemandangan yang langsung membuat dirinya menarik emosi, bukan lagi sebuah pertanyaan dari apa yang tergambar didepan mata.

Di tempat favoritnya dengan sang Sahabat dulu, dia melihat kebersamaan yang tidak biasa (menurut Shania pribadi) antara Beby dan juga Subhan, tanpa ada orang ketiga, keempat atau kelima, hanya ada mereka berdua dengan ditemani aliran sungai yang tenang.

Pertama, hanya melihat orang yang dia cintai dan dia sayangi itu mengobrol biasa dengan jarak yang sepertinya hanya sejengkal tangan orang dewasa, tapi saat dia memutuskan untuk menghampiri keduanya... tiba-tiba saja ada adegan Beby menyandarkan kepala di bahu Subhan, dan Subhan nya sendiri terlihat mengedepankan wajahnya dengan sedikit menekuk kepalanya (posisinya seperti orang ciuman), sontak apa yang dilihatnya kala itu, langsung membuat hatinya panas dan terbakar (lebay dikit). Dan pergantian detik ke menit berikutnya, Shania melihat Subhan yang kembali menegakkan wajahnya, dengan Beby yang ikut membenarkan posisi kepala yang tadi dia sandarkan, menjadi berhadapan, saling menukar pandangan dengan Subhan yang lebih dulu sudah memandangnya, sebuah pemandangan yang tidak biasa menurut nalar Shania. Kemudian... saling menukar senyum dengan sebelumnya saling menukar kalimat singkat yang entah apa karena Shania tidak bisa mendengarnya, lalu... Subhan memberikan pelukan biasa pada Beby, namun tak biasa untuk Shania yang melihat diam-diam.

Bukannya menemui mereka berdua untuk mencari dialog yang sebenarnya dari lakon yang sedang Beby dan Subhan perankan, Shania malah pergi dengan membawa kebencian pada mereka berdua, dan langsung menganggap nya penghianat! Tak perlu dia tahu apa yang mereka bicarakan, apa yang mereka peragakan, karena yang dia tahu, Mereka sedang dalam rasa senang, titik. Untuk Shania kala itu, dia langsung membuat hatinya dingin dan mencoret Beby yang sudah dia anggap saudara itu. Shania juga langsung menyamaratakan Beby dengan kelakuan Mamanya yang sudah beberapa kali dia pergoki sedang bersama pria lain di beberapa tempat berbeda bahkan di luar jam kantor.
'Busuk!! Kamu ternyata seperti Mama yang menusuk Papa dari belakang!!!' Pikirnya dalam amarah kala itu.
Dan untuk Subhan, dia menaruh rasa kecewa benci. Subhan yang selalu dia pikir hanya menyukai dirinya, ternyata suka pada sahabatnya sendiri dan yang lebih parah.. dia dan Beby sudah menusuknya dari belakang.

. . . 'Gue udah gak perlu punya urusan sama lu! Apa yang waktu itu gue lihat, udah cukup memberikan penjelasan tentang siapa lu, di belakang gue!! Itulah kesibukan lu di Jogja, membuat Subhan lupa sama gue, dan berpaling sama lu!!!' Bencinya, dengan pikiran menggambarkan pertemuan pertama dengan sahabat yang sudah tidak dia anggap. Shania menghela nafas panjang untuk mengeluarkan rasa sesak di hatinya.

Apa yang terjadi didalam keluarganya sangat membuat Shania sensitif dan rapuh, ditambah.. yang dia lihat pada sahabat dan orang yang dia cintai, membuat Shania tidak bisa lagi menyaring pikirannya untuk membuat jernih apa yang dia lihat. Tanpa ada pegangan yang bisa menuntunnya, tanpa ada sandaran saat di merasa lelah, Shania terus berjalan di belantaranya kehidupan yang sedang dia perani. Hingga akhirnya.. terjerumus didalam rasa senang sesaat yang seperti "obat" yang diberikan teman-teman barunya. Dengan mengerjai teman di sekolah, menghabiskan waktu diluar rumah hingga larut bahkan hampir fajar, menyambangi tempat yang tidak seharusnya, bergelut dalam kabut asap hasil hisapan orang kurang kerjaan sambil meliukan tubuh remajanya, yang diiringi dentuman musik bersuara keras memekakan telinga, menengguk segelas bahkan gelasan air minum yang awalnya hanya menghangatkan hingga akhirnya membakar tubuhnya sendiri.
Kehidupan yang dia jalani di kota baru bersama teman barunya, melupakan masa lalu yang indah, membuat coretan untuk masa depan dengan tinta hitam. Itulah Shania dan kehidupannya sekarang.


*tid.. tididdd...*
Beby yang sedang mejamkan matanya dalam menahan rasa sakit, langsung membuka mata untuk melihat siapa yang membunyikan klakson mobil.
"Beby... kamu ngapain disana?" Tanya si empunya mobil.
Beby diam sejenak memperhatikan wajah yang mendongak dari pintu dekat tempat duduk pengemudi,
"Masuk sini, Kakak anterin kamu pulang!" Lalu perempuan itu menawarkan, Beby yang masih belum Ngeh hanya diam ditempat.
"Kenapa malah bengong!? Ayo masuk!" ajaknya kembali.
ajakan kedua kali dari perempuan itu akhirnya bisa juga membuat Beby tahu siapa dia, "... Kak Imel?" Ucapnya, hingga terdengar oleh si pemilik nama.
"Iyaa.. ini Kakak, ayo cepetan masuk, biar Kakak anterin kami pulang!"
"Hah? Ah.. gakk, gak usah Kak! Beby biar naik taksi aja pulangnya!!" Jawab Beby, yang dapat penolakan dari perempuan yang dia panggil Imel yang tak lain adalah Kakak sepupunya sendiri.
"Ngapain naik taksi? Udah sini naik mobil Kakak aja! Ini gratis loh, daripada uangnya kamu bayarin taksi, mending bayarin Kak Imel makan siang!" Canda Imel yang tak lain adalah Melody.

Beby tersenyum malu, sambil melihat kanan-kiri di pelataran parkiran sekolahnya (tidak enak jika terlihat oleh murid di sekolahan), dia akhirnya masuk ke dalam Brio putih milik Melody. Sebenarnya Beby merasa segan untuk masuk kedalam mobik Kakak sepupu yang juga gurunya di sekolah itu, tapi karena dipaksa, ya sudah... masuk saja lah.

"Gimana sekolah kamu hari ini?" Tanya Melody untuk mencairkan ketegangan di wajah Beby.
"Mmm.. baik Kak, eh Bu.. hehehe" jawab Beby terdengar canggung.

Ini bukan kali pertama Beby bertemu Melody setelah sekian tahun terpisah jarak, namun ini pertama kalinya Beby diajak Melody dari sekolah untuk diantar pulang, dan hanya berduaan (sebelumnya ketemu, tapi sama Mamanya) yang jelas itu membuat Beby menjadi canggung, padahal dulu begitu dekat.

"Kenapa grogi gitu jawabnya? Kak Imel kan bukan gebetan kamu!" Candanya diikuti senyuman,
"Beby... Beby malu Kak, eh Bu, aduhh.. Beby manggilnya apa ya? Beby jadi ngerasa gak enak!" Ujar Beby malu-malu.
Melody menggoreskan senyum, "kamu itu.. kayak Kak Imel itu siapanya kamu aja! Hmm-- kamu... panggil Kakak dengan sebutan kamu dulu sama Kakak (Kak Imel) kalo di luar sekolah, kalo didalam sekolah, baru kamu panggil Kakak dengan awalan Ibu, tapi jangan ibu-ibu juga, nanti dikiranya Kak Imel udah tua banget!" Jawabnya sambil bercanda.
Giliran Beby yang tersenyum, "iya Kak... makasih!"
"Ngapain ngucapin makasih? Nyampe rumah aja belum! Dila... Dila..." ujar Melody,
"Eh?" Beby kaget mendengar Melody menyebut nama paling belakangnya.
"..  itu tuh.. panggilan Kak Imel sama kamu waktu kamu masih kecil, waktu kamu dengan semangatnya ngajak Kakak buat main!" Cerita Melody, "masih ingat Gak? Dulu kamu tuh seneng banget kalo Kak Imel dateng nemuin kamu terus ngajak kamu main!" Melody membangkitkan Memory kecil Beby kala masih tinggal di Jakarta, "Kakak panggil kamu Dila dan kamu... manggil Kakak 'Kak Imel', dengan suara lembut kamu dan raungan manja minta ditemenin main, kamu selalu maksa Kakak buat nemenin kamu, dan kamu… berhasil bikin Kakak nurutin kamu, waktu itu. Kamu masih sangat kecil dulu, tapi sekarang… lihat kamu? Malah lebih tinggi dari Kakak, yang dulu suka gendong kamu!" Jelasnya membuat alur cerita mundur,
Beby melengkungkan senyum kala mendengar cerita Melody, ada kilasan kecil muncul di memorynya seiring dengan lantunan cerita Melody.
“Kak Imel yakin, kamu sekarang pasti udah punya pacar? Iya kan?!” goda Melody.
"Kak Imel... apaan sih!:-), lagian.. mana ada yang mau sama Beby, yang….” Ucapnya tanpa melanjutkan.
"Aapa?" Tanya Melody yang mendengar hentian ucapan Beby,
V"ah!mm… Gak apa-apa Kak " balasnya.

"Udah punya teman di sekolah?" Melody terus membangun obrolan untuk mendekatkan kembali dirinya pada Beby.
Beby mengangguk pelan, lalu Melody meminta agar Beby menceritakan sosok teman barunya itu, Beby tidak bisa menolak, dia lalu membuat cerita untuk dibagikan pada Melody, tentang Cindy teman barunya, dan juga sekilas tentang Shania, Ochi dan Gaby.

Melody, saat tahu kabar dari Mama nya tentang Beby si adik sepupu yang sedang mencari sekolah, dia masih menyingkap 'Beby.. adik sepupu? Yang mana?!', Mama bilang kalau Beby dan Mamanya yang kembali tinggal di Jakarta, sedang mencari sekolah baru untuk Beby. Saat Mamanya Beby disebutkan, barulah Melody konek dengan siapa itu Beby yang dulu dia panggil Dila. Bukan hanya cerita tentang pencarian sekolah saja yang Melody dapatkan dari Mama nya, tapi juga cerita tentang Beby yang terkena kanker otak, dan dengan alasan itulah akhirnya Mama Beby kembali ke Jakarta dan menempati rumah penuh kenangannya. Melody sangat terkejut kala mendengar berita menyedihkan itu, dia kembali mengoleksi memory masa lalu saat dia menjadi 'pengasuh sekaligus teman' untuk Beby yang belum mengerti tentang kondisi Papanya, yang ternyata kini dia alami sendiri.

Melody dulu memang sangat dekat dengan adik sepupu satu-satunya dari pihak Mama itu (Beby). Waktu Beby kecil, Melody yang sering menemani dia, karena Mamanya sibuk mengurusi Papanya yang sedang sakit, Melody juga menjadi Kakak untuk Beby kecil yang masih sangat polos, yang hanya tahu cara tertawa dalam bermain, dan Melody jugalah yang menutup tangis orang sekitar, terutama Mamanya yang begitu kesakitan, kala Papa nya Beby meninggal dan Beby hanya bengong tanpa mengerti apa yang terjadi. Dengan pelukan hangat seorang Kakak, Melody membawa Beby ke taman, untuk menutupi scene yang belum Beby pahami itu.

"Cindy ya... emm, dia anaknya baik, gak macem-macem juga! Memang sih, dia seperti dugaan kamu pada awalnya, introvert, tertutup, tapi ya... mungkin itulah caranya untuk menutupi kegelisahan karena sepertinya tidak ada satupun yang mau berteman dengannya! Beda dengan Shania, sama teman-teman lainnya..!!"
"Shania? Eh ya, Kak Imel pernah jadi pengajarnya gak, waktu dulu? Atau mungkin sekarang!?" Tanya Beby terlihat antusias,
Melody awalnya mengerung, mendengar nada Beby yang berubah menjadi antusias saat dia menyebut Shania. Tapi kemudian dia bercerita pada Beby. . .

"Shania itu... satu sudut sekolah, siapa yang tidak tahu dengannya!" Beby memasang kuping bertampang serius menampung cerita Melody, "dia anak orang kaya, membuat lingkup pergaulan sendiri, sering membuat onar sampai pihak sekolah tidak tahu lagi, harus memberikan sanksi seperti apa pada dia! Padahal dulu... siapa yang kenal sama Shania?" Beby membuat gambaran cerita dari Melody tentang Beby, "Dia dulu Shania yang penyendiri, tanpa punya teman, atau siapapun yang menemaninya saat disekolah, dia… seperti Cindy yang kamu kenal sekarang. Kak Imel sering lihat dia telponan saat istirahat, atau kalo gak telponan, dia paling baca novel!" Beby ingat waktu dulu, dia sering telponan sama Shania yang kadang di temani Subhan juga Aji.
"Dia itu… salah satu murid berprestasi waktu masih kelas sepuluh, waktu Kakak masih bisa mengawasi dia sebagai wali kelasnya. Dia juga tidak senang membuat kekacauan, yang ada malah dia yang sering dikacaukan oleh murid lain!!" ungkap Melody, mengenang sosok Shania yang masih baik.

Selama mendengar cerita dari Melody, Beby tidak menemukan titik dimana adanya penyebab perubahan sikap dingin Shania. Karena soal dia dikacaukan oleh murid lain, Beby dulu sering mendengar keluh-kesahnya. Tapi sepertinya bukan itu factor utama penyebab jauhnya dia dari penglihatan Beby.

"Kamu.. jangan sampai berurusan dengan Shania atau yang lainnya ya! Kak Imel gak mau kalau nantinya mereka, berbuat sesuatu yang akhirnya membahayakan kamu!!" Pesan Melody, yang menaruh khawatir pada Beby.
Beby mengangguk sambil memasang senyum yang memperlihatkan lesung pipinya,
"Iya Kak, makasih udah mau mencemaskan Beby!"
"Kamu itu.. masih dan akan selalu jadi adik kecilnya Kak Imel, kalo ada apa-apa atau kamu butuh apa-apa, kamu bilang aja sama Kakak, ya?" Melody terdengar dewasa, dan lembut.
"Beby akan baik-baik aja Kak,  Jangan terlalu mencemaskan Beby seperti Mama, soalnya Beby bosan Kak, melihat raut Mama yang selalu serius dalam mencemaskan Beby, apalagi... mengasihani Beby karena Beby sakit. Beby kasihan sama Mama Kak, Mama jadi gak bisa nikmatin hidup karena Beby. . . Beby juga gak mau jadi beban untuk siapapun!" Jelas Beby.

Mobil Melody berhenti di depan gerbang rumah Beby, seiring dengan terhentinya ucapan Beby pada Melody, yang membuat Melody memasang ekspresi kaget. Anak gadis kecil yang dulu dia momong, kini sudah tumbuh dalam keremajaan mandirinya, meskipun sekarang sedang dalam kondisi sakit parah, tapi dia tidak mau kalau siapapun tahu soal hal itu, apalagi jadi ikut mengasihania dia, dan menjadikannya beban dibahu karena memikirkan cara untuk dirinya agar terbebas dari jeratan sel kanker mematikan.

"...  Kak Imel gak mengasihani kamu, justru Kakak bangga punya adik sepupu seperti kamu! Kamu gadis yang tangguh, dan kamu... persis seperti almarhum Papa kamu!!, Kamu gak perlu merasa jadi beban untuk orang sekitar kamu, karena sakit kamu itu, Ya?!"
" ehm, makasih Kak, makasih juga buat tumpangannya "
"Ya udah, sampai bertemu besok di sekolah."
Beby mengangguk, kemudian keluar dari mobil Melody, berdiri untuk melihat hilangnya sedan putih itu dari pandangannya.

Beby membantingkan tubuh keatas tempat pembaringannya. Dia menerawang langit-langit kamarnya sambil memikirkan ucapan Melody tentang Shania, yang mengalami perubahan di awal kelas barunya ketika menginjak kelas sebelas.
'Hahh.. aku emang bukan sahabat yang baik, bahkan perubahan pada sahabatku sendiri aja, aku gak tahu!' Pikir Beby,
'Apa yang harus aku lakukan? Kak Imel aja, nitip pesan agar aku tidak dekat sama kamu! Tapi... aku butuh jawaban! Jawaban tentang apa yang membuat kamu menjauh dari aku, bahkan dari kamu sendiri yang dulu baik dan periang tanpa pernah ada tatapan sakit seperti tadi siang!!'
'Aku... akan mendampingi kamu, tak perduli akan kamu apakan aku!!' Beby begitu ingin bisa bicara face to face dengan Shania dan bicara tentang apa yang terjadi.

---
Gemuruh suara gadis remaja yang masih sangat penuh dengan semangat yang kadang mereka sendiri belum tahu harus mereka apakan kobaran semangat dalam diri mereka itu, gemuruh beralunkan impian terdengar merdu mengalun di setiap pagi kala mereka mengawali harinya untuk mendapatkan bekal memasuki masa dewasa. Apa yang mereka bicarakan kini, adalah gambaran akan seperti apa mereka di masa datang. Tingkah seperti apa yang mereka tunjukan saat ini merupakan gambaran dari pencarian jati diri. Sekolah memberikan bimbingan dalam hal akademi, dan Keluarga memberikan tuntunan dalam kehidupan sosial sehari-hari. keduanya adalah hal penting untuk mereka yang masih meraba dan mencari siapa mereka, untuk apa mereka ada, kenapa mereka ada.

"hei! "
"Beby!"
"lagi liatin apa sih, Cindy? Serius banget!" tanya Beby penasaran, melihat Cindy yang sedang mengerung.
Cindy tidak menjawab dengan kata, ia hanya menunjuk ke satu arah dengan dagu nya. Beby mengikuti arah dari dagu Cindy dan.... dia mengerung, melihat 3 orang murid sedang mengerjai murid lainnya.

"lempar sini Gab!" Shania meminta "hmm~ tulisin apa ya?" ia mendelikan matanya, untuk mengisikan kalimat dalam buku pelajaran murid yang sedang di ganggu
"KA..MU GA..K PAN...TA...S A...DA DIII SEeeKolahh INIII!!" suaranya terdengar seiring dengan jemarinya yang menggoreskan tintanya
"tambahin-tambahin Shan!" semangat Ochi
"aah, ini aja nihh.. (Gaby mengambil buku dari Shania) CEWEK SOK CANTIK, HARUSNYA DI KASIH CERMIN!! HA..HA..HA"
Shania, Gaby dan Ochi terus menggoreskan kata-kata yang tidak seharusnya mereka tuliskan dalam sebuah buku pelajaran.

Entah untuk tujuan apa sebenarnya mereka bertiga melakukan hal itu, hanya kesenangan? Mungkin. Hanya expresi diri yang tak tahu harus mereka lampiaskan kemana? Bisa jadi. Atau Hanya pelampiasan mereka atas ketidak puasan pada hidup yang sedang mereka jalani? Sepertinya.

"mereka bertiga keterlaluan, selalu aja seperti itu!" ucap Cindy dengan tak melepas tatapan dari ke 3 gadis yang memiliki tinggi badan sama rata. Beby melihat Cindy, lalu melihat lagi Shania dan kawan-kawan
"kayaknya, buat mereka sehari aja gak ngerjain anak-anak yang ada disini, gak enak diem kali! Pasti ada aja yang menjadi sasaran ke culasan mereka!!" Cindy sepertinya meluapkan apa yang ada di hatinya.
"kamu harus hati-hati sama mereka Beby, punya atau tidak punya masalah dengan mereka, kamu bisa aja jadi sasarannya mereka. Apalagi..." Cindy berhenti dan melihat Beby, "kamu pernah nolong aku dari mereka!" lalu ia menunduk, Beby mengulaskan senyum dengan tangannya ia simpan di bahu Cindy.
"tenang aja Cind, aku gak akan cari urusan sama mereka, kecuali..." melihatkan matanya pada sosok Shania
"kecuali.... a..pa?"
"hah? mm~nggak, gak apa-apa kok! Kamu, gak usah khawatir atau takut kalau mereka bakal jadiin aku sasaran, aku bisa hadapi mereka kok! Tenang aja " Cindy tersenyum lebar menyambut ucapan Beby.
"udahlah, ke kelas yuk?" ajak Beby, di balas anggukan oleh Cindy. "eh ya Cind, kamu keberatan gak? Ceritain dong ke aku gimana sih tingkah mereka di sekolah ini!"
"Shania, Ochi, sama Gaby?"
"emm!" angguk Beby,
Cindy tak banyak bertanya, lantas ia pun menceritakan sosok Shania, Ochi, dan Gaby dari sudut penilaiannya sendiri.


Shania, Ochi, Gaby, Vanka, Octy juga Noella.. mereka duduk di sebuah meja di kantin sekolah, sambil ditemani obrolan kecil tentang acara yang nanti malam akan mereka datangi. Saat sedang asik berbincang, Gaby melihat kedatangan Beby dan Cindy dari arah belakang Shania, dengan membawa nampan yang berisi makanan yang sudah mereka pesan.

Ketika Beby melintasi Shania dan jaraknya semakin dekat kearah Gaby, dengan congkaknya Gaby menelonjorkan kaki kanannya hingga....
'-#$*-seruduk*-&%#*-prangggg-*&%$π', Beby terjatuh dengan posisi lututnya mencium lantai dan nampan berisi makanan itu kini berserakan, jaraknya dari kaki Gaby yang membuatnya jatuh sekitar beberapa centimeter.

Kala melihat Beby jatuh, seketika Gaby tertawa paling kencang.
"Beby... kamu gak apa-apa?" Panik Cindy dengan mencoba menolong Beby.
Ochi, dan lainnya yang baru menyadari keusilan Gaby setelah Beby tersungkur, langsung ikut menertawakan, tapi tidak dengan Shania, ada rasa kaget kecil saat melihat Beby jatuh dihadapannya.

Beby menggeleng "aku gak apa-apa Cind!" Jawabnya sambil memunguti bekas makanan yang jatuh, Cindy membantunya.
"Udah, Beby.. makanannya biarin aja! Ayo aku bantu kamu berdiri!!" Kata Cindy
"Tapi Cind, lantainya jadi,-"
"Udah pungutin terus tuh makanan! Kan sayang udah beli mahal-mahal, malah lu buang!! Hahahaa" celoteh Vanka
"Iya.. bener pungutin gih! lagian, di kantin sekolah kampung lu dulu, mana bisa lu makan-makanan kayak gitu!! Itu makanan kota loh... wahahahaaa" timpal Noella,

Gaby mengambil smartphonenya dan mengabadikan beberapa moment saat Beby dan Cindy ada di bawah, dengan diiringi tawa jahatnya.

Cindy merasa geram dengan kelakuan geng populer sekolah ini, tapi dia tidak bisa berbuat apapun.
"aku bantuin kamu berdiri!.." Cindy membantu membangunkan Beby, "lutut kamu berdarah, kita langsung ke UKS ya?" Ucap Cindy.
"Gak apa-apa Cindy, cuma luka kecil " Beby sudah berdiri.

"Duhh.. so sweet dua orang cupu lagi saling bantu, Hahahaa..." Ochi mengeluarkan suara juga.
"Lutut kamu berdarah... kita ke UKS ya?" Gaby menirukan ucapan Cindy bermaksud meledek,
"Gak apa-apa... cuma luka kecil!" Vanka membalas ledekan Gaby dengan menirukan Beby. Dan... suara tawa ledekan pun pecah kembali, menertawakan Cindy dan Beby yang seperti badut penghibur untuk mereka. Hanya Shania yang tidak ikut hura melihat adegan bullyer kali ini, perasaannya saling tarik-menarik, antara ikut mengerjai atau membiarkan. Diantar teman-temannya yang lain, Ochi lah yang pertama menyadari ekspresi wajah dan gesture tubuh Shania. Dia mencoba mengikuti ekspresi yang ditunjukan Shania terhadap Beby, dan tiba-tiba... Ochi kembali teringat kejadian di ruangan kosong yang dulu menimpa Shania.
'Diakah...? Orang yang ada di photo waktu itu...!' Terkanya menilik Beby, dan mencoba mencocokan dengan puzzle yang ada di pikirannya tentang photo yang waktu itu pernah dia lihat.
'Tapi... kenapa Shania bersikap seperti itu? Kalau memang dia, orang yang ada di photo!?' 


0 Response to "CERBUNG PELANGI DALAM SAKURA *10th Chapter*"

Posting Komentar

Setelah baca, comment ya^^